Oleh : Kang Mizan, Sebuah
Cerpen
Dipinggiran perairan sebelah selatan kota Terlahir dari sebuah
keluarga yang sederhana tidak lah menyurutkan semangat kang soleh dalam menatap
kehidupan di dunia ini. Santri menjadi pilihan
utama dalam memilih jalan kehidupan.
Santri bukanlah orang yang selalu
berpakaian serba muslim yang tidak pernah lepas dari sarung dan peci, melainkan
berpaikan biasa seperti anak kampung pada umumnya atau istilah bahasa pondok
adalah santri kalong yang hanya belajar di masjid ketika magrib tiba dan pulang
setelah isya’ begitulah kehidupan kang soleh menjadi santri kalong di
kampungnya.
Memilih kehidupan santri, kang soleh juga mengambil pendidikan
formal di madrasah untuk menjiwai kehidupan santrinya, jauh dari kemewahan Itulah
kehidupan kang soleh di kampungnya.
Sosok kepemimpinannya mulai tampak ketika meninjak kelas satu
tsanawiyah, dengan kegiatan ektrakurikuler seperti pramuka, olahraga dan
lain-lainnya. Dalam bidang pramuka pertasinya cukup menonjol selalu menjadi
pimpinan regu di setiap kegiatan pramuka, menjadi kapten dalam olahraga volly
ball, dan sering sekali menjadi ketua kelas di madrasahnya.
Menjadi ketua OSIS (organisasi siswa intra sekolah) berkat dukungan dari kawan-kawannya sekelas
dengan sistem pemilihan dengan lawan tiga kandidat ahirnya kang soleh terpilih
dengan suara terbanyak. Dengan
program-program yang direncanakan seperti keagamaan. Olahraga, pramuka, dan
lain-lainnya menjadi landasan kang soleh untuk menjalankan roda kepemimpinannya
bersama wakilnya dan pengurus lainnya. Tidak mudah menjadi seorang pemimpin butuh
pathner untuk kerja sama tim. Tentu tidak semua siswa/i mudah diajak untuk
mensukseskan semua program-programnya.
Dengan menggunakan pendekatan persuasif ahirnya kang soleh menuai
hasil jerih payahnya menjadi ketua Osis, dengan membawa beberapa prestasi di
bidang pramuka, olehraga dan lainnya, stady banding kesekolah yang di pandang
maju adalah alternatif kang soleh untuk meningkatkan kualitas ektrakulikuler
yang ada di sekolahnya dan juga untuk menambah pengalaman. Hal ini dilakukan
oleh kang soleh dibeberapa seolah yang ia kenal. Hingga masa jabatannya berahir
dan diserahkan kepada para juniornya untuk meneruskan program-programnya karena
kang soleh sudah hampir menyelesaikan studynya di madrasah tsanawiyah tersebut.
Kehidupan di madrasah kang soleh tidak terlepas dengan kehidupan
dilingkungan keluarga dan masyarakat, memang kang soleh bukanlah manusia yang
putih namun hanya manusia biasa seperti
layaknya kebanyakan Remaja pada umumnya. Disamping sebagai remaja yang perokok
tentu dituntut untuk mencari uang rokoknya sendiri, selain itu kang soleh juga
akrab dikalangan sesepuh, warga biasa, dan para pemuda di kampunya. Biasanya ketika ada beberapa kegiata pemuda
kang soleh tidak pernah absen selalu hadir, membantu mensukseskan kegiatan para
pemuda, kadang menjadi MC, sambutan panitia dan lain-lainya.
Selesainya menamatkan pendidikan formal di madrasah Tsanawiyah,
kang soleh berkenginan melanjutnya pendidikan pondok pesantren di jawa. Yang
pada umumnya ada beberapa remaja yang ada di kampungnya yang dikirim ke jawa
dalam rangka mondok. Tetapi hal itu gagal, dikarenakan tidak mendapatkan restu
dari kedua orang tuanya. pada ahirnya orang tua kang soleh mengirimnya kesalah
satu pondok terdekat yang ada di daerahnya, dengan langkah yang berat kang
soleh pun meng iya kan keputusan itu. Sesampainya di pondok langsung tinggal
diasrama putra bersama teman-teman yang lainnya.
Sesuatu yang aneh bagi kang soleh pada waktu itu, karena harus ikut
kultur dan tradisi pesantren, bangun subuh, sholat, disambung dengan shorokan
pada guru ngajinya hingga selesai. Pagi harinya sekolah formal madrasah Aliyah
sampai siang hari, ba’da ashar ikut pengajian kitab kuning sama kyai pondok,
disambung dengan malamnya ba’da sholat magrib pengajian kitab-kitab seperti
ta’lim muta’allim, bidayatul hidyah, ahlaqul banin, al berzanji dan lainya
sampai jam 10. Setelah itu belajar mata pelajaran sekolah dan istirahat.
Begitulah keseharian kang soleh di pondok.
Walaupun banyaknya teman di pondok, namun kang soleh merasa ada
yang aneh pada dirinya, kegelisahan terus mendera jiwa kang soleh, sering
murung sendiri, bahkan melamun di belakang pondoknya. Kegelisahan tersebut
terus menghantui kang soleh hingga rasa kenyamanan pun tidak ia dapatkan
disana. Kang soleh pun ahirnya tidak betah dengan kondisi pondoknya, dan hanya
sanggup bertahan 3 bulan ia di pondok itu dan pada ahirnya ia memutuskan untuk
pulang dan meminta kepada orang tuanya untuk dipindahkan. Orang tua kang soleh
pun ahirnya nurut.
Ahirnya kang soleh pindah sekolah, walaupun setatusnya ,masih tetap
madrasah namun kang soleh merasa sedikitnya nyaman di madrasah tersebut.
Pergaulan kang soleh pun kian hari semakin bebas bersama teman-temannya
sekelas. Bahkan kang soleh sudah tidak minat lagi dengan yang namanya pondok. Dari
sini mulailah ikut pergaulan remaja masa kini, sering keluar malam dan
pulangnya pun pagi hari, tidak pernah lagi belajar, bahkan PR (pekerjaan Rumah)
serting ia tinggalkan. Sering mendapat hukuman dari guru sekolahnya karena
seringnya ia bolos dan tidak mengerjakan PR. Lari setiap jam pelajaran sudah
menjadi kebiasaan, hukuman sudah menjadi makanan setiap hari di sekolah. Bahkan
kang soleh tidak jarang menggulung daun haram bersama teman-temannya.
Hingga lulus madrasah kang soleh tetaplah kang soleh yang
ugal-ugalan beda dengan kepribadiannya sebelum ia mengenal dunia luar. Setelah
hasil kelulusan kang soleh dinyatakan lulus oleh kepala madrasahnya. Kang soleh
sedih beberapa teman-teman sepermainannya ada yang gak lulus, kesedihan itu
harus kang soleh tebus dengan kekecewaan, dari situlah kang soleh mulai sadar
bahwa permainan tidak bisa mengantarkan kang soleh menemukan jati dirinya
sendiri. Ahirnya kang soleh pun berangkat ke kota untuk melanjutkan pendidikan
keperguruan tinggi dengan maksud untuk menebus kesalahan-kesalahannya selama ia
di sekolah. Dan alhamdulillah kang soleh diterima di perguruan tinggi kota itu.
Dengan sedikit bekal pengalamannya yang amburadul kang soleh harus
melawan kekerasan kota itu. yang pada ahirnya menghantarkan kang soleh untuk
membuka mata (mata hati) untuk bisa menjalani kehidupan ini, dari sinilah rindu
pondok mulai datang menghampiri kang soleh, namun nasi sudah menjadi bubur ,
waktu akan terus berjalan maju dan tidak mungkin untuk diulangnya kembali.
Penyesalan mulai datang, namun apapun yang terjadi kang soleh harus tetap maju
menerima kenyatan hidup ini. dari perjalanan hidup itulah kang soleh banyak
belajar tentang kehidupan ini.
Kini kang soleh hanya bisa bercerita tentang panjangnya perjalanan
hidupnya kepada juniornya, agar memanfaatkan waktu dengan sebagik-baiknya
selagi ada kesempatan. Karena lagi-lagi waktu tidak akan kembali, kita yang
akan menerjang waktu atau waktulah yang akan menggilas kita.
Sekian!!!
EmoticonEmoticon