Kamis, 23 Maret 2017

“KANG SOLEH (Santri Yang Hilang)”

Oleh : Kang Mizan, Sebuah Cerpen

Dipinggiran perairan sebelah selatan kota Terlahir dari sebuah keluarga yang sederhana tidak lah menyurutkan semangat kang soleh dalam menatap kehidupan di dunia ini.  Santri menjadi pilihan utama dalam memilih jalan kehidupan.  Santri  bukanlah orang yang selalu berpakaian serba muslim yang tidak pernah lepas dari sarung dan peci, melainkan berpaikan biasa seperti anak kampung pada umumnya atau istilah bahasa pondok adalah santri kalong yang hanya belajar di masjid ketika magrib tiba dan pulang setelah isya’ begitulah kehidupan kang soleh menjadi santri kalong di kampungnya.

Memilih kehidupan santri, kang soleh juga mengambil pendidikan formal di madrasah untuk menjiwai kehidupan santrinya, jauh dari kemewahan Itulah kehidupan kang soleh di kampungnya.  Sosok kepemimpinannya mulai tampak ketika meninjak kelas satu tsanawiyah, dengan kegiatan ektrakurikuler seperti pramuka, olahraga dan lain-lainnya. Dalam bidang pramuka pertasinya cukup menonjol selalu menjadi pimpinan regu di setiap kegiatan pramuka, menjadi kapten dalam olahraga volly ball, dan sering sekali menjadi ketua kelas di madrasahnya.
Menjadi ketua OSIS (organisasi siswa intra sekolah)  berkat dukungan dari kawan-kawannya sekelas dengan sistem pemilihan dengan lawan tiga kandidat ahirnya kang soleh terpilih dengan suara terbanyak.  Dengan program-program yang direncanakan seperti keagamaan. Olahraga, pramuka, dan lain-lainnya menjadi landasan kang soleh untuk menjalankan roda kepemimpinannya bersama wakilnya dan pengurus lainnya. Tidak mudah menjadi seorang pemimpin butuh pathner untuk kerja sama tim. Tentu tidak semua siswa/i mudah diajak untuk mensukseskan semua program-programnya.
Dengan menggunakan pendekatan persuasif ahirnya kang soleh menuai hasil jerih payahnya menjadi ketua Osis, dengan membawa beberapa prestasi di bidang pramuka, olehraga dan lainnya, stady banding kesekolah yang di pandang maju adalah alternatif kang soleh untuk meningkatkan kualitas ektrakulikuler yang ada di sekolahnya dan juga untuk menambah pengalaman. Hal ini dilakukan oleh kang soleh dibeberapa seolah yang ia kenal. Hingga masa jabatannya berahir dan diserahkan kepada para juniornya untuk meneruskan program-programnya karena kang soleh sudah hampir menyelesaikan studynya di madrasah tsanawiyah tersebut.
Kehidupan di madrasah kang soleh tidak terlepas dengan kehidupan dilingkungan keluarga dan masyarakat, memang kang soleh bukanlah manusia yang putih namun hanya manusia  biasa seperti layaknya kebanyakan Remaja pada umumnya. Disamping sebagai remaja yang perokok tentu dituntut untuk mencari uang rokoknya sendiri, selain itu kang soleh juga akrab dikalangan sesepuh, warga biasa, dan para pemuda di kampunya.  Biasanya ketika ada beberapa kegiata pemuda kang soleh tidak pernah absen selalu hadir, membantu mensukseskan kegiatan para pemuda, kadang menjadi MC, sambutan panitia dan lain-lainya.
Selesainya menamatkan pendidikan formal di madrasah Tsanawiyah, kang soleh berkenginan melanjutnya pendidikan pondok pesantren di jawa. Yang pada umumnya ada beberapa remaja yang ada di kampungnya yang dikirim ke jawa dalam rangka mondok. Tetapi hal itu gagal, dikarenakan tidak mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. pada ahirnya orang tua kang soleh mengirimnya kesalah satu pondok terdekat yang ada di daerahnya, dengan langkah yang berat kang soleh pun meng iya kan keputusan itu. Sesampainya di pondok langsung tinggal diasrama putra bersama teman-teman yang lainnya.
Sesuatu yang aneh bagi kang soleh pada waktu itu, karena harus ikut kultur dan tradisi pesantren, bangun subuh, sholat, disambung dengan shorokan pada guru ngajinya hingga selesai. Pagi harinya sekolah formal madrasah Aliyah sampai siang hari, ba’da ashar ikut pengajian kitab kuning sama kyai pondok, disambung dengan malamnya ba’da sholat magrib pengajian kitab-kitab seperti ta’lim muta’allim, bidayatul hidyah, ahlaqul banin, al berzanji dan lainya sampai jam 10. Setelah itu belajar mata pelajaran sekolah dan istirahat. Begitulah keseharian kang soleh di pondok.
Walaupun banyaknya teman di pondok, namun kang soleh merasa ada yang aneh pada dirinya, kegelisahan terus mendera jiwa kang soleh, sering murung sendiri, bahkan melamun di belakang pondoknya. Kegelisahan tersebut terus menghantui kang soleh hingga rasa kenyamanan pun tidak ia dapatkan disana. Kang soleh pun ahirnya tidak betah dengan kondisi pondoknya, dan hanya sanggup bertahan 3 bulan ia di pondok itu dan pada ahirnya ia memutuskan untuk pulang dan meminta kepada orang tuanya untuk dipindahkan. Orang tua kang soleh pun ahirnya nurut.
Ahirnya kang soleh pindah sekolah, walaupun setatusnya ,masih tetap madrasah namun kang soleh merasa sedikitnya nyaman di madrasah tersebut. Pergaulan kang soleh pun kian hari semakin bebas bersama teman-temannya sekelas. Bahkan kang soleh sudah tidak minat lagi dengan yang namanya pondok. Dari sini mulailah ikut pergaulan remaja masa kini, sering keluar malam dan pulangnya pun pagi hari, tidak pernah lagi belajar, bahkan PR (pekerjaan Rumah) serting ia tinggalkan. Sering mendapat hukuman dari guru sekolahnya karena seringnya ia bolos dan tidak mengerjakan PR. Lari setiap jam pelajaran sudah menjadi kebiasaan, hukuman sudah menjadi makanan setiap hari di sekolah. Bahkan kang soleh tidak jarang menggulung daun haram bersama teman-temannya.
Hingga lulus madrasah kang soleh tetaplah kang soleh yang ugal-ugalan beda dengan kepribadiannya sebelum ia mengenal dunia luar. Setelah hasil kelulusan kang soleh dinyatakan lulus oleh kepala madrasahnya. Kang soleh sedih beberapa teman-teman sepermainannya ada yang gak lulus, kesedihan itu harus kang soleh tebus dengan kekecewaan, dari situlah kang soleh mulai sadar bahwa permainan tidak bisa mengantarkan kang soleh menemukan jati dirinya sendiri. Ahirnya kang soleh pun berangkat ke kota untuk melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi dengan maksud untuk menebus kesalahan-kesalahannya selama ia di sekolah. Dan alhamdulillah kang soleh diterima di perguruan tinggi kota itu.
Dengan sedikit bekal pengalamannya yang amburadul kang soleh harus melawan kekerasan kota itu. yang pada ahirnya menghantarkan kang soleh untuk membuka mata (mata hati) untuk bisa menjalani kehidupan ini, dari sinilah rindu pondok mulai datang menghampiri kang soleh, namun nasi sudah menjadi bubur , waktu akan terus berjalan maju dan tidak mungkin untuk diulangnya kembali. Penyesalan mulai datang, namun apapun yang terjadi kang soleh harus tetap maju menerima kenyatan hidup ini. dari perjalanan hidup itulah kang soleh banyak belajar tentang kehidupan ini.
Kini kang soleh hanya bisa bercerita tentang panjangnya perjalanan hidupnya kepada juniornya, agar memanfaatkan waktu dengan sebagik-baiknya selagi ada kesempatan. Karena lagi-lagi waktu tidak akan kembali, kita yang akan menerjang waktu atau waktulah yang akan menggilas kita.

Sekian!!! 


EmoticonEmoticon