Jumat, 03 Januari 2014

KARYA ILMIAH KADER HMI “ IKHTIAR HMI DALAM MENGGAGAS KEPEMIMPINAN NASIONAL “



Roni Suhenra Kader HMI

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa Yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat menjalankan aktivitas sehari-hari. Shalawat beserta salam kita sanjung sajikan kepada nabi dan rasul kita, Rasul yang menjadi panutan semua ummat, yakni Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat beliau yang telah membawa kita dari jurang yang penuh kesesataan menuju sebuah kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kedamaian.
Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis syukuri, karena dengan kehendaknya, taufiq dan rahmatnya pulalah akhirnya penulis dapat menyelasaikan karya ilmiah ini guna melengkapi  persyaratan dalam Intermediate Training (LK II) Tingkat Nasional Yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pekanbaru. Adapun judul sekaligus tema ini adalah “ IKHTIAR HMI DALAM MENGGAGAS KEPEMIMPINAN NASIONAL “
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada HMI Cabang Pekanbaru dan juga rekan-rekan kader-kader HMI yang selalu berjuang, yang selalu memberikan saran, koreksi dan motivasi yang sangat membangun. Dan juga tidak lupa penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada Kanda-Kanda Alumni (KAHMI) yang juga tidak luput memberi bantuan kepada penulis, dari segi moril maupun materil serta ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk semua kader HMI Cabang Pekanbaru yang telah berjuang untuk mengadakan Latihan Kader (LK II) ini dengan harapan dan tujuan yang sangat mulia.
Karya ilmiah ini merupakan hasil jerih payah penulis yang sangat maksimal sebagai manusia yang tidak lepas dari salah dan khilaf. Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurang dan jauh dari kesempurnaan. Jadi saran, kritik dan koreksi yang membangun sangat penulis harapkan dari rekan-rekan semua.
Akhirnya, kepada Allah jualah kita memohon. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita sebagai penambah wawasan dan cakrawala pengetahuan. Dan dengan memanjatkan doa dan harapan semoga apa yang kita lakukan ini menjadi amal dan mendapat ridho dan  balasan serta ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.     
Billahittaufiq Wal Hidayah

Pekanbaru,       Desember 2013


RONY SUHENDRA




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
            Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ) mempunyai rentetan sejarah panjang yang terukir abadi di tanah air Indonesia. Berdiri pada tanggal 5 Februari 1947 atau 14 Rabbiul Awal 1366 H yang diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam ( UII sekarang) tingkat I. Ia mengadakan pembicaraan dengan teman-temannya mengenai gagasan membentuk organisasi mahasiswa bernafaskan Islam dan setelah mendapatkan cukup dukungan, pada bulan November 1946, ia mengundang para mahasiswa Islam yang berada di Yogyakarta baik di Sekolah Tinggi Islam, Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada dan Sekolah Teknik Tinggi, untuk menghadiri rapat, guna membicarakan maksud tersebut. Rapat-rapat ini dihadiri kurang lebih 30 orang mahasiswa yang di antaranya adalah anggota Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia.
Rapat-rapat yang digelar tidak menghasilkan kesepakatan. Namun Lafran Pane mengambil jalan keluar dengan mengadakan rapat tanda undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir oleh Husein Yahya. Pada tanggal 5 Februari 1947 (bertepatan dengan 14 Rabiulawal 1366 H), di salah satu ruangan kuliah Sekolah Tinggi Islam di Jalan Setyodiningratan 30 (sekarang Jalan Senopati) Yogyakarta, masuklah Lafran Pane yang langsung berdiri di depan kelas dan memimpin rapat yang dalam prakatanya mengatakan : "Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena semua persiapan yang diperlukan sudah beres".
Kemudian ia meminta agar Husein Yahya memberikan sambutan, namun beliau menolak dikarenakan kurang memahami apa yang disampaikan sehubungan dengan tujuan rapat tersebut.
Pernyataan yang dilontarkan oleh Lafran Pane dalam rapat tersebut adalah :
  • Rapat ini merupakan rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam yang anggaran dasarnya telah dipersiapkan.
  • Rapat ini bukan lagi mempersoalkan perlu atau tidaknya ataupun setuju atau menolaknya untuk mendirikan organisasi Mahasiswa Islam.
  • Diantara rekan-rekan boleh menyatakan setuju dan boleh tidak. Meskipun demikian apapun bentuk penolakan tersebut, tidak menggentarkan untuk tetap berdirinya organisasi Mahasiswa Islam ketika itu, dikarenakan persiapan yang sudah matang.
Setelah dicerca berbagai pertanyaan dan penjelasan, rapat pada hari itu dapat berjalan dengan lancar dan semua peserta rapat menyatakan sepakat dan berketetapan hati untuk mengambil keputusan :
  • Hari Rabu Pon 1878, 15 Rabiulawal 1366 H, tanggal 5 Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI yang bertujuan :
    • Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia
    • Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam
  • Mengesahkan anggaran dasar Himpunan Mahasiswa Islam. Adapun Anggaran Rumah Tangga akan dibuat kemudian.
  • Membentuk Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam.
Adapun peserta rapat yang berhadir adalah Lafran Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan), Suwali, Yusdi Ghozali; tokoh utama pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII), Mansyur, Siti Zainah (istri Dahlan Husein), Muhammad Anwar, Hasan Basri, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Bidron Hadi.
Selain itu keputusan rapat tersebut memutuskan kepengurusan Himpunan Mahasiswa Islam sebagai berikut :
Ketua
Lafran Pane
Wakil Ketua
Asmin Nasution
Penulis I
Anton Timoer Djailani, salah satu pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII)
Penulis II
Karnoto Zarkasyi
Bendahara I
Dahlan Husein
Bendahara II
Maisaroh Hilal
Anggota
Suwali
Yusdi Gozali, pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII)
Mansyur[1]

            Dinamika perkembangan Himpunan Mahasiswa Islam yang seiring dengan bangsa Indonesia telah memasuki sekat-sekat zaman. Paradigma yang berkembang saat ini adalah sulit suatu organisasi untuk keluar dari jalur politik dan bahkan cenderung memainkannya didalam organisasi. Tekanan politik pemerintah pada zaman orde baru saat itu telah membuat HMI terpecah menjadi dua. Kejadian itu terjadi pada saat Kongres HMI ke-16 di Padang,Sumatera Barat, dimana ada dualisme. HMI yang pada waktu itu harus mengikuti peraturan pemerintah yang mengingtruksikan semua organisasi harus berlandaskan pancasila.
            Disaat keadaan yang sangat dilematis tersebut, sebagian dari kader HMI menerima asas tunggal sebagai asas HMI, dan sebagian lagi tetap bertahan dengan asas islam. HMI yang berlandaskan pancasila itu lebih dikenal dengan HMI-DIPO ( di ambil dari nama jalan tempat kesekretariatannya ) dan yang berlandaskan islam dikenal dengan HMI-MPO ( majelis penyelamat organisasi [2]).
            Namun pertanyaan besar kemudian muncul “ apakah HMI ( MPO ) mampu menjawab pertanyaan zaman dalam menciptakan pemimpin atau HMI ( MPO ) pada akhirnya terseret arus politik yang semakin menggila ? ”. Inilah tantangan konkret yang harus dihadapi HMI ( MPO ) kedepannya untuk menjaga marwah HMI ( MPO ) yang terkenal dengan Independensinya.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah :
1)      Bagaimana ikhtiar HMI (MPO) dalam menggagas kepemimpinan nasional ?
2)      Apa kaitannya tema dengan kepemimpinan, jaringan, independensi, etos perjuangan , dan usaha ?

C.    Tujuan Penulisan
1)      Untuk mengetahui ikhtiar HMI (MPO) dalam menggagas kepemimpinan nasional?
2)      Untuk mengetahui kaitan tema dengan kepemimpinan, jaringan, independensi, etos perjuangan, dan usaha.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan
1.      Asumsi tentang kepemimpinan
            Kepemimpinan adalah proses mendorong dan membantu orang lain untuk bekerja dengan antusias mencapai tujuan. Hakekat kepemimpinan adalah bagian penting dari manajemen ( pengaturan ), tetapi bukan semuanya. Perilaku pemimpin sangat menentukan proses kepemimpinan, karena kepemimpinan adalah cerminan dari diri pribadi. Para pemimpin menggunakan jenis keterampilan yang berbeda seperti keterampilan teknis, keterampilan manusiawi, dan keterampilan konseptual. Meskipun ketiga keterampilan itu dalam prakternya saling berkaitan, namun ketiganya ini dapat dipisahkan sebagai berikut :
1     Keterampilan teknis ( technical skill ) mengacu pada pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam salah satu proses atau teknik. Keterampilan ini merupakan ciri yang menonjol dari prestasi kerja pada tingkat operasional.
2Keterampilan manusiawi ( human skill ) adalah kemampuan bekerjasama secara efektif dengan orang-orang dan membina kerja tim. Setiap pemimpin pada semua tingkat organisasi memerlukan keterampilan manusiawi yang efektif. Ini merupakan bagian penting dari perilaku pemimpin.
3)      Keterampilan konseptual ( conseptual skill ) adalah kemampuan untuk berpikir dalam kaitannya dengan model, kerangka, hubungan yang luas seperti rencana jangka panjang.
Keterampilan ini menjadi semakin penting dalam pekerjaan manajerial yang lebih tinggi. Keterampilan konseptual berurusan dengan gagasan, sedangkan keterampilan manusiawi berfokus pada orang dan keterampilan teknis pada benda[3]. 
Kepemimpinan yang efektif akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi sosial kelompok/oreganisasinya.
Pemimpin yang membuat keputusan dengan memperhatikan situasi sosial kelompok organisasinya, akan dirasakn sebagai keputusan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama pula dalam melaksanakannya. Dengan demikian akan terbuka peluang bagi pemimpin untuk mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sejalan dengan situasi sosial yang dikembangkannya.
2.      Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi sebagai berikut :
  1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
  2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah :
a. Fungsi Instruktif
Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaanya pada orang-orang yang dipimpinnya.
Fungsi ini berarti juga keputusan yang ditetapkan tidak akan ada artinya tanpa kemampuan mewujudkan atau menterjemahkannyamenjadi instruksi/perintah. Selanjutnya perintah tidak akan ada artinya jika tidak dilaksanakan. Oleh karena itu  sejalan dengan pengertian kepemimpinan, intinya adalah kemampuan pimpinan menggerakkan orang lain agar melaksanakan perintah, yang bersumber dari keputusan yang telah ditetapkan.
b. Fungsi Konsultatif
Fungsi ini berlansung dan bersifat komunikasi dua arah , meliputi pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak pimpinan. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi itu dapat dilakukan secara terbatas hanya dengan orang-orang tertentu saja, yang dinilainya mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukannya dalam menetapkan keputusan.
Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa impan balik (feed Back) yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlansung efektif. Fungsi konsultatif ini mengharuskan pimpinan belajar menjadi pendengar yang baik, yang biasanya tidak mudah melaksanakannya, mengingat pemimpin lebih banyak menjalankan peranan sebagai pihak yang didengarkan. Untuk itu pemimpin harus meyakinkan dirinya bahwa dari siapa pun juga selalu mungkin diperoleh gagasan, aspirasi, saran yang konstruktif bagi pengembangan kepemimpinanya.
c. Fungsi Partisipasi
Fungsi ini tidak sekedar berlangsung dan bersifat dua arah, tetapi juga berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin dengan sesama orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya.
Fungsi partisipasi hanya akan terwujud jika pemimpin mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan dan pandangan dalam memecahkan masalah-masalah, yang bagi pimpinan akan dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan-keputusan.sehubungan dengan itu musyawarah menjadi penting, baik yang dilakukan melalui rapat-rapat mapun saling mengunjungi pada setiap kesempatan yang ada.musyawarah sebagai kesempatan berpartisipasi, harus dilanjutkan berupa partisipasi  dalam berbagai kegiatan melaksanakan program organisasi.
d. Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan limpahan wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi ini mengharuskan pemimpin memilah-milah tugas pokok organisasi dan mengevaluasi yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan pada orang-orang yang dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan, pemimpin harus bersedia dapat mempercayai orang-orang lain, sesuai dengan posisi/jabatannya, apabila diberi pelimpahan wewenang. Sedang penerima delegasi harus mampu memelihara kepercayaan itu, dengan melaksanakannya secara bertanggung jawab.
Fungsi pendelegasian harus diwujudkan seorang pemimpin karena kemajuan dan perkembangan kelompoknya tidak mungkin diwujudkannya sendiri. Pemimpin seorang diri tidak akan dapat berbuat banyak dan bahkan mungkin tidak ada artinya sama sekali. Oleh karena itu sebagian wewenangnya perlu didelegasikan pada para pembantunya, agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
e. Fungsi Pengedalian
Fungsi  pengendalian     merupakan  fungsi kontrol. Fungsi ini cenderung bersifat satu arah, meskipun tidak mustahil untuk dilakukan dengan cara komunikasi secara dua arah. Fungsi pengendalian  bermaksud  bahwa kepemimpinan   yang       sukses  atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu berarti fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. Dalam kegiatan tersebut pemimpin harus aktif, namun tidak mustahil untuk dilakukan dengan mengikutsertakan anggota kelompok/organisasinya[4].
3.      Gaya Kepemimpinan
Mengutip pada pandangan penyair Yunani kuno,Euripides (406),berikut ini : “ Sepuluh serdadu yang dipimpin dengan bijak dapat mengalahkan seratus serdadu musuh yang tidak punya pemimpin “. Kutipan ini mengisyaratkan bahwa betapa pentingnya pemimpin dan karena itu gaya kepemimpinan berpengaruh besar dalam menjalankan suatu organisasi. Berikut ini gaya kemimpinan yang hendak dielaborasi adalah :
a)      Solidarity Maker, Administrator
Menurut Herbeth Feith, Solidarity Maker berorientasi pada bagaimana cara membangkitkan semangat rakyat. Sedangkan Administrator bertugas mengurus negaradari sudut administratif dan birokrasi. Kedua ini saling melengkapi dan bersinergi.


b)      Otorite, Demokratis
Menurut Siagian,  pemimpin otoriter akan menunjukkan sikap yang menonjolkan ke-aku-annya antara lain :
1.      Kecendrungan memperlakukan bawahan sama dengan alat-alat lain dalam organisasi.
2.      Pengutamakan orlentasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan.
3.      Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan dengan cara memberitahukan kepada bawahan tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan dan bawahan diharapkan dan dituntut melaksanakannnya.
Sedangkan secara teoritis gaya kepemimpinan demokratis sebagai berikut :
1.      Memiliki pandangan, betapa besar sumber daya dan dana yang tersedia bagi organisasi, kesemuanya itu pada dirinya tidak berarti apa-apa kecuali digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia dalam organisasi demi kepentingan pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
2.      Dalam kehidupan organisasional tidak mungkin, tidak perlu, bahkan tidak boleh semua kegiatan dilakukan sendiri oleh pemimpin dan oleh karena itu selalu mengusahan adanya pendelegasian wewenang yang praktis dan relitis tanpa kehilangan kendali organisasi.
3.      Kesungguhan yang nyata dalam memperlakakukan para bawahan sebagai makhluk politik dan sosial.
4.      Usaha memperoleh pengakuan yang tulus dari bawahan atas kepemimpinan orang yang bersangkutan didasarkan kepada pembuktian kemampuan memimpin organisasi secara efektif, bukan sekedar karena pemilikan wewenang formal berdasarkan pengangkatannya[5].


c)      Paternalistik, Egaliter
Paternalistik adalah sifat yang muncul dari paternalisme, yaitu suatu paham yang mengagungkan hirearki keluarga. Sedangkan egaliter berarti sederajat, artinya pemimpin menganggap kalau dirinya sederajat dengan bawahannya[6].
d)     Formal, Informal
  Formal berarti resmi, arti pemimpin harus mengikuti formalitas yang telah ditetapkan oleh organisasi. Sedangkan Informal artinya tidak resmi, artinya ada kelonggaran bagi pemimpin untuk menunjukkan jati dirinya tanpa harus tunduk dalam formalistik yang ditetapkan oleh organisasi.
e)      Tranformasional,Transaksional
Pemimpin transformasional mengubah dan memotivasi para pengikutnya dengan membuat mereka menyadari pentingnya hasil tugas dan membujuknya mendahulukan kepentingan tim dan organisasi serta mengaktifkan kebutuhan mereka yang lebih tinggi. Namun sebaliknya, kepemimpinan transaksional melibatkan proses pertukaran yang dapat menghasilkan kepatuhan pengikut terhadap permintaan pemimpin[7].
f)       Proaktif dan Reaktif
Pemimpin proaktif adalah pemimpin yang mau mengembil resiko dan tantangan yang ciri-ciri sebagai berikut : bertanggung jawab secara sadar, sengaja, dan aktif, visioner. Sedangkan pemimpin Reaktif adalah hidup dengan cara “ pasca-kejadian”, menghabiskan sebagian waktu untuk bereaksi terhadap peristiwa yang terjadi, pasif menunggu segala hal yang terjadi dan pemecahan masalah[8].
      3. Kepemimpinan dalam Perspektif Islam dan Khittoh Perjuangan
Kepemimpinan dalam Al-Qur’an disebutkan dengan istilah Imamah, pemimpin dengan istilah imam. Al-Qur’an mengkaitkan kepemimpinan dengan hidayah dan pemberian petunjuk pada kebenaran. Seorang pemimpin tidak boleh melakukan kezaliman, dan tidak pernah melakukan kezaliman dalam segala tingkat kezaliman: kezaliman dalam keilmuan dan perbuatan, kezaliman dalam mengambil keputusan dan aplikasinya[9].
            Sistem kepemimpinan yang pasti berubah untuk perbaikan secara terus menerus mengakibatkan sesama manusia tidak boleh menghambat proses perbaikan tersebut. Proses perbaikan akan terhambat ketika ada sikap dominasi mutlak satu manusia terhadap manusia lainnya. Sikap ini tentu akan bermuara pada terciptanya kondisi kezaliman. Dalam menghadapi dominasi mutlak tersebut, Islam mengajarkan manusia untuk ber-amar ma'ruf nahi mungkar. Pada konsep ini umat Islam dituntut untuk selalu memberi peringatan kepada siapapun yang melakukan kedzaliman. Bagi kaum yang terdzalimi atau kaum mustadh'afin Islam mengajarkan untuk membela haknya dengan menegakkan sistem hukum yang menjamin tegaknya keadilan dan kebenaran.
Oleh sebab itu Islam memandang bahwa kepemimpinan bukanlah untuk diperebutkan tetapi merupakan alat bagi manusia untuk membangun tatatan masyarakat yang diridhai Allah SWT. Islam juga memandang bahwa tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT didasarkan pada prinsip kepemilikan yang terpusat pada sang khalik. Bahwasannya segala sesuatu di alam semesta ini dan limpahan kekayaan di dalamnya adalah milik Allah SWT. Konsekuensinya Islam menolak suatu pemilikan dan pengusaan harta oleh manusia secara mutlak. Harta menurut Islam adalah amanah dari Allah, yang dalam penggunaannya harus berdasarkan hukum yang ditetapkan Allah dan digunakan untuk beribadah kepada-Nya[10].

B. Jaringan Organisasi
1.      Defenisi Jaringan
Jaringan secara umum adalah sekumpulan elemen-elemen yang saling berhubungan melakukan fungsi khusus untuk mencapai tujuan bersama. Jaringan-jaringan yang berbeda dapat bekerja sama untuk tujuan yang sama[11].
2.      Jaringan Organisasi
Dalam suatu organisasi terdapat jaringan-jaringan yang memiliki persamaan atau biasa disebut dengan klik. Kumpulan dari beberapa “klik” dapat menimbulkan perbedaan di antara mereka. Oleh sebab itu diperlukan sosok yang dapat menjadi pemersatu di antara “klik” untuk lebih meminimalisir bertambahnya jumlah “klik” dalam organisasi tersebut.
Paling tidak ada 4 gagasan dari Mooney dan Reiley tentang jaringan organisasi :
1.         Koordinasi untuk menyatukan unit kerja yang mempunyai tujuan yang sama.
2.         Skala untuk menetapkan jarak berdasarkan hierarki.
3.         Fungsionalisasi, yang menerangkan gagasan tentang spesialisasi
4.         “Staff” dan “line” untuk menerangkan bahwa line bertugas melaksanakan tugas pokok sedangkan staff melaksanakan tugas adsministratif yang menunjang pekerjaan pokok.
Oleh sebab itu, teori jaringan dipergunakan untuk mengakomodir ke-empat gagasan tersebut. Teori jariangan dalam komunikasi organisasi dapat meliputi komunikasi formal maupun informal. Dalam komunikasi formal, “penghubung” jaringan dapat menerapkan pola komunikasi secara vertikal (instruksional atau upward ke downward), horizontal (koordinasi antar level hierarki yang sama) dan diagonal (dari level hierarki yang lebih atas dari divisi lain ke level hierarki yang lebih bawah ke divisi lain, begitu pula sebaliknya): Bettinghaus, 1968 (dalam Alo Liliweri; 1997)[12].

C. Independensi
Secara terminologi independen dapat berarti 'bebas', 'merdeka' atau 'berdiri sendiri'.  Independensi adalah suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terikat dengan pihak manapun. Artinya keberadaan kita adalah mandiri. tidak mengusung kepentingan pihak tertentu atau organisasi tertentu. Contoh independensi dapat kita lihat pada organisasi-organisasi tertentu dimana keberadaannya adalah merdeka tanpa diboncengi kepentingan tertentu.
Dalam konteks lain, independensi juga merupakan hak kita sebagai manusia, yang memiliki hak bebas dan merdeka tanpa ditekan oleh orang lain. Tentu saja dalam pelaksanaannya yang disebut independen juga ada batasan-batasannya. Karena suatu lembaga atau organisasi juga tidak dapat eksis tanpa adanya dukungan dari pihak lain[13].

Didalam Khittoh Perjuangan, independensi diartikan sebagai kemerdekaan. Kemerdekaan sesungguhnya akan menjadi rahmat yang sebenar-benarnya bagi manusia bila disikapi dan diaktualisasikan berdasar petunjuk jalan yang benar dari Allah. Kemerdekaan semacam ini bermakna pilihan yang sadar dan bertanggungjawab atas jalan hidup tertentu serta secara konsisten meninggalkan pilihan lahirnya.
Secara sosiologis, kemerdekaan yang disikapi demikian akan tampak sebagai pemihakan. Pemihakan terhadap segala sesuatu yang berasal dari dan bertujuan kepada kebenaran. Pemihakan yang tercermin dalam kerja-kerja kemanusiaan atau amal shalih yang menjadi rahmat bagi umat manusia dan alam semesta pada umumnya.
Secara logis, sikap yang demikian menuntut adanya kemampuan diri yang memadai dalam segala aspek kehidupan. Kemampuan yang berasal dari pengembangan berbagai institusi diri dengan seimbang yang dimungkinkan oleh konsistensi sikap disatu sisi dan pemahaman medan juang yang baik disisi lainnya. Ini berarti, memerlukan proses pembelajaran secara terus menerus yang tercermin dalam sikap kritis, obyektif dan progersif. Pada akhirnya secara sosiologis dan politis mereka dituntut untuk amat berperan menentukan jalannya sejarah peradaban manusia[14].

D. Tujuan
            Berikut ini adalah pengertian dan definisi tujuan:

·         H.R. DAENG NAJA
Tujuan merupakan misi sasaran yang ingin dicapai oleh suatu organisasi di masa yang akan datang dan manajer bertugas mengarahkan jalannya organisasi untuk mencapai tujuan tersebut

·         IDA NURAIDA
Tujuan merupakan bagian dari fungsi planning atau perencanaan dan merupakan langkah awal fungsi manajemen


·          SPILLANE, SJ
Tujuan merupakan bagian dari proses mencapai keserasian dan konsentrasi kekuasaan

·         ABUBAKAR A & WIBOWO
Tujuan merupakan norma terakhir untuk organisasi menilai dirinya. Tanpa tujuan, organisasi tidak mempunyai dasar yang jelas

·         KEN MCELROY
Tujuan merupakan langkah pertama dalam proses mencapai kesuksesan dan tujuan juga merupakan kunci mencapai kesuksesan

·         JEMSLY H & MARTANI H
Tujuan merupakan sesuatu yang mungkin untuk dicapai, bukan sesuatu yang utopis

·         YAYASAN TRISAKTI
Tujuan merupakan kunci untuk menentukan atau merumuskan apa yang akan dikerjakan, ketika pekerjaan itu harus dilaksanakan dan disertai pula dengan jaringan politik, prosedur, anggaran serta penentuan program

·         TOMMY SUPRAPTO
Tujuan merupakan realisasi dari misi yang spesifik dan dapat dilakukan dalam jangka pendek

Tujuan merupakan pernyataan tentang keadaan yang diinginkan di mana organisasi atau perusahaan bermaksud untuk mewujudkannya dan sebagai pernyataan tentang keadaan di waktu yang akan datang di mana organisasi sebagai kolektivitas mencoba untuk menimbulkannya[15].

            Merujuk dari sumber-sumber diatas maka Himpunan Mahasiswa Islam juga merumuskan tujuannya didalam Khittoh Perjuangan sebagai berikut : "Terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah subhanahu wata'ala".
            Didalam implementasi tujuan tersebut diharapkan kader-kader HMI yang memiliki keyakinan atas nilai-nilai ke­Islaman yang kuat dan memiliki kemampuan daya pikir (ilmu) yang bagus merupakan elemen yang akan membuat organisasi HMI mampu melihat dan membaca segala bentuk realitas masyarakat yang ada dalam gerak zaman. . Hal ini demi terciptanya masyarakat yang telah dicita-citakan oleh organisasi HMI itu sendiri yaitu masyarakat yang "Baldatun Thayibatun Warabbun Ghafur"[16].
E. Etos Perjuangan
            Etos berarti  pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial[17]. Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk menyempurnakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin. Abu Hamid memberikan pengertian bahwa etos adalah sifat, karakter, kualitas hidup, moral dan gaya estetika serta suasana hati seseorang masyarakat[18].
Etos perjuangan menjadi bekal dalam berusaha dan berjuang untuk perbaikan masyarakat di setiap waktu dan di setiap tempat. Manusia yang memiliki etos perjuangan yang cukup kuat akan selalu sadar untuk melihat realitas lingkungan sekitarnya dan melakukan perubahan serta perbaikan atas kondisi lingkungannya tersebut setiap saat. Melakukan perubahan dan perbaikan setiap saat tanpa henti seperti ini dikarenakan kondisi lingkungan masyarakat tidak pernah mencapai titik ideal yang diam dan statis.
Etos perjuangan yang harus dimiliki tiap muslim merupakan cerminan gerak iman seorang muslim tersebut. Iman tidak hanya diukur atas berapa banyak shalat yang ia kerjakan, atau berapa banyak zakat yang ia keluarkan atau berapa lama puasa yang ia lakukan dan berapa banyak ibadah haji yang ia tunaikan Namun iman juga diukur dengan seberapa lama dan seberapa kuat manusia berjuang mewujudkan kebenaran dalam masyarakat demi kemaslahatan umat manusia. Keistiqomahan berjuang ini menjadi ukuran kemuliaan iman karena menunjukan tingkat keyakinan diri manusia atas kebenaran keilahian itu sendiri.
Keberhasilan suatu perjuangan bukanlah titik kemuliaan keimanan dari seorang muslim. Kegagalan juga bukan merupakan titik kehinaan dalam keimanan seorang muslim. Namun istiqomahlah yang menentukan apakah keimanan seorang muslim itu merupakan iman yang sebenar-benarnya atau iman yang sebatas pengakuan tanpa implementasi[19].

F. Usaha
            Usaha adalah kegiatan dng mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud; pekerjaan (perbuatan, prakarsa, ikhtiar, daya upaya) untuk mencapai sesuatu[20].
Didalam perspektif islam, usaha bisa diartikan sebagai bentuk perpindahan ( hijrah ). Proses Hijrah akhirnya memberi pesan bahwa Syahadat sebagai bukti keislaman harus diikuti dengan aktifitas diri yang nyata untuk menjadi orang beriman. Perubahan sikap diri dari tingkatan kaum muslim menjadi kaum mukmin dan akhirnya muttaqin harus terlihat dari sikap keseharian. Meninggalkan sesuatu yang tidak diperkenankan oleh Allah menuju jalan yang ditunjuk oleh Allah SWT adalah inti dari Hijrah tersebut.
Secara aktif menjalani jalan yang ditunjuk oleh Allah SWT untuk menjadi seorang yang beriman dan bertaqwa dapat terlihat dalam dua sikap diri yaitu sikap Amar Ma'ruf dan Sikap Nahi Munkar. Mulai dari diri sendiri sebagaima mulainya diri bersyahadat dan kemudian dilanjuti dengan lingkungan sekitar diri tersebut sebagaimana kewajban umat Islam untuk berdakwah. Keyakinan yang kuat dan Istiqomah adalah tuntutan dalam menjalani sikap dengan pola Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar[21].
            Inilah pedoman pokok bagi kader HMI dalam rangka mewujudkan tujuan dari HMI itu sendiri melalui usaha-usaha yang sudah tersusun rapi didalam Khittoh Perjuangan.

BAB III
PENUTUP
            A. Kesimpulan
            Mengacu pada tema yang di pilih yaitu “ Ikhtiar HMI dalam menggagas kepemimpinan nasional, bisa ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan itu tidak lepas dari pengaruh, mempengaruhi, dan yang dipengaruhi. Banyak ahli yang mengemukakan tentang kepemimpinan seperti yang diuraikan diatas, akan tetapi akan diambil suatu pengertian kepemimpinan secara universal yaitu : gaya seorang pemimpin dalam mempengaruhi seseorang ataupun kelompok guna agar yang dipengaruhi mengikutinya.
            Didalam islam juga mengatur tentang kepemimpinan. Kepemimpinan islam mengacu bagaimana Rasullullah SAW beserta sahabatNya memimpin umat. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang sangat terkenal : “Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya”. Artinya kepemimpinan itu jangan dijadikan ajang perlombaan dimana untuk mendapatkan kekuasaan harus saling mengalahkan.
            Untuk itu, didalam mencapai suatu tujuan maka harus dibarengi dengan usaha-usaha yang konkret. Dalam proses pengkaderan HMI telah menetapkan petunjuk-petunjuk teknis dimana organisasi mampu menciptakan pemimpin yang dibutuhkan zaman. Didalam organisasi tentu tidak terlepas dari pemimpin dan bagaimana gaya kepemimpinannya, akan tetapi ada hal lain sangat urgent seperti :
·         Jaringan
Mustahil mengembangankan organisasi dimana organisasi tersebut tidak mempunyai jaringan.
·         Independensi
Sikap mandiri yang menjadi watak organisasi. Organisasi yang mandiri adalah organisasi yang mampu bertahan dari interpensi pihak manapun. Dan untuk mengembangkan organisasi, seorang pemimpin harus tetap menjaga independensi dirinya dan organisasi yang ia pimpin.
·         Tujuan
Untuk mewujudkan kepemimpinan nasional, kader HMI harus menyeleraskan tujuannya seperti tujuan HMI yaitu Amar ma’ruf , nahi munkar.
·         Etos perjuangan
Semangat hidup dimiliki manusia yang senantiasa selalu berserah diri dan tawakkal kepada Allah SWT. Selalu berjuang dalam menagakkan kebenaran. Etos perjuangan yang harus dimiliki tiap muslim merupakan cerminan gerak iman seorang muslim tersebut. Iman tidak hanya diukur atas berapa banyak shalat yang ia kerjakan, atau berapa banyak zakat yang ia keluarkan atau berapa lama puasa yang ia lakukan dan berapa banyak ibadah haji yang ia tunaikan Namun iman juga diukur dengan seberapa lama dan seberapa kuat manusia berjuang mewujudkan kebenaran dalam masyarakat demi kemaslahatan umat manusia.
·         Usaha
Adalah dorongan diri dalam meningkatkan kualitas pribadi menjadi lebih baik. Usaha juga diartikan sebagai hijrah atau berpindah dari tempat yang kurang baik ke tempat yang lebih baik.

            B. Saran
            Penulis menyadari bahwa didalam penulisan karya ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Untuk itu diharapkan kritik, koreksi, dan saran pembaca serta pendengar agar karya ilmiah ini bisa sempurna dan bermanfaat bagi orang banyak dan penulis tentunya.


REFERENSI
Al-Qur’an
As-Sunnah
Khittah Perjuangan ( Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi )
http://id.wikipedia.org/wiki/Himpunan_Mahasiswa_Islam 13: 21
http://id.wikipedia.org/wiki/Himpunan_Mahasiswa_Islam-Majelis_Penyelamat_Organisasi 13: 55
Keith davis & john w.newstrom “ perilaku dalam organisasi “ edisi ketujuh hal.152-153
Drs.Ec.H.Sentot Imam Wahyono,M.si “ Perilaku Organisasi “Jakarta:Rajawali Pers,2003
Sondang P.Siagian, “ Teori dan Praktek Kepamimpinan”,Jakarta :Rineka Cipta,2003
Marsilam Simanjuntak” Pandangan Negara Integralistik”Jakarta : Grafiti,1994
 Gary Yukl”kepemimpinan dalam organisas”,Edisi Kelima,Jakarta: Indeks,2007,hal 305
Miftah Toha” Kepemimpinan dalam Manajemen”Jakarta:Rajawali Pers,2007
http://kepemimpinandalamal-quran.blogspot.com/p/kepemimpinan-dalam-perspektif-al-quran.html 14: 03
http://www.jaringankomputer.org/pengertian-jaringan-definisi-jaringan-daribeberapa-disiplinilmu/ 14: 30
http://ardhiwidjaya.blogspot.com/2013/04/teori-jaringan-dalam-komunikasi.html 18;35
http://dwi-jo.blogspot.com/2012/01/pengertian-independensi.html 19;19
http://carapedia.com/pengertian_definisi_tujuan_info2100.html 19;31
http://artikata.com/arti-326875-Etos.html 19;47
http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-etos-kerja.html 19;51
Kamus Besar Bahasa Indonesia

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Himpunan_Mahasiswa_Islam
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Himpunan_Mahasiswa_Islam-Majelis_Penyelamat_Organisasi
[3] Keith davis & john w.newstrom “ perilaku dalam organisasi “ edisi ketujuh hal.152-153
[4] Drs.Ec.H.Sentot Imam Wahyono,M.si “ Perilaku Organisasi “
[5] Sondang P.Siagian, “ Teori dan Praktek Kepamimpinan”,Jakarta :Rineka Cipta,2003
[6] Marsilam Simanjuntak, Pandangan Negara Integralistik,Jakarta : Grafiti,1994
[7] Gary Yukl,kepemimpinan dalam organisasi,Edisi Kelima,Jakarta: Indeks,2007,hal 305
[8] Miftah Toha, Kepemimpinan dalam Manajemen,Jakarta:Rajawali Pers,2007
[9] http://kepemimpinandalamal-quran.blogspot.com/p/kepemimpinan-dalam-perspektif-al-quran.html
[10] Khittoh Perjuangan
[11] http://www.jaringankomputer.org/pengertian-jaringan-definisi-jaringan-daribeberapa-disiplinilmu/
[12] http://ardhiwidjaya.blogspot.com/2013/04/teori-jaringan-dalam-komunikasi.html 18;35
[13] http://dwi-jo.blogspot.com/2012/01/pengertian-independensi.html 19;19
[14] Khittoh Perjuangan
[15] http://carapedia.com/pengertian_definisi_tujuan_info2100.html 19;31
[16] Khittoh Perjuangan
[17] http://artikata.com/arti-326875-Etos.html 19;47
[18] http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-etos-kerja.html 19;51
[19] Khittoh Perjuangan
[20] Kamus Besar Bahasa Indonesia
[21] Khittoh Perjuangan
 



1 comments

Di muka hakim kolonial, pada bagian penutup dari pleidoi ”Indonesia Menggugat” (1930), Soekarno bertutur: ”Kami menyerahkan segenap raga dengan serela-relanya kepada tanah air dan bangsa… Juga kami adalah berusaha ikut mengembalikan hak tanah air dan bangsa atau peri kehidupan yang merdeka. Tiga ratus tahun, ya walau seribu tahun pun, tidaklah bisa menghilangkan hak negeri Indonesia dan rakyat Indonesia atas kemerdekaan itu.”

Dengan pernyataan itu, Soekarno menambatkan perjuangan kemerdekaan Indonesia ke dalam jangkar “kebangsaan”. Suatu bangsa, menurut Ernest Renan, terbentuk karena dua hal: bersama-sama menjalani suatu riwayat dan mempunyai keinginan hidup menjadi satu.

Merdeka Tanpa Kepemimpinan


EmoticonEmoticon