Roni Suhenra Kader HMI |
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah,
Tuhan Yang Maha Esa Yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya
kepada kita semua sehingga kita dapat menjalankan aktivitas sehari-hari.
Shalawat beserta salam kita sanjung sajikan kepada nabi dan rasul kita, Rasul
yang menjadi panutan semua ummat, yakni Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga
dan sahabat beliau yang telah membawa kita dari jurang yang penuh kesesataan
menuju sebuah kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kedamaian.
Suatu rahmat yang besar
dari Allah SWT yang selanjutnya penulis syukuri, karena dengan kehendaknya,
taufiq dan rahmatnya pulalah akhirnya penulis dapat menyelasaikan karya ilmiah
ini guna melengkapi persyaratan dalam Intermediate Training (LK II)
Tingkat Nasional Yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang
Pekanbaru. Adapun judul sekaligus tema ini adalah “ IKHTIAR HMI DALAM
MENGGAGAS KEPEMIMPINAN NASIONAL “
Selanjutnya penulis
mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada HMI Cabang Pekanbaru dan
juga rekan-rekan kader-kader HMI yang selalu berjuang, yang selalu memberikan
saran, koreksi dan motivasi yang sangat membangun. Dan juga tidak lupa penulis
mengucapkan ribuan terima kasih kepada Kanda-Kanda Alumni (KAHMI) yang juga
tidak luput memberi bantuan kepada penulis, dari segi moril maupun materil
serta ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk semua kader HMI Cabang
Pekanbaru yang telah berjuang untuk mengadakan Latihan Kader (LK II) ini dengan
harapan dan tujuan yang sangat mulia.
Karya ilmiah ini
merupakan hasil jerih payah penulis yang sangat maksimal sebagai manusia yang
tidak lepas dari salah dan khilaf. Namun penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurang dan jauh dari kesempurnaan. Jadi saran, kritik dan
koreksi yang membangun sangat penulis harapkan dari rekan-rekan semua.
Akhirnya, kepada Allah
jualah kita memohon. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita sebagai
penambah wawasan dan cakrawala pengetahuan. Dan dengan memanjatkan doa dan
harapan semoga apa yang kita lakukan ini menjadi amal dan mendapat ridho
dan balasan serta ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT yang maha
pengasih lagi maha penyayang.
Billahittaufiq Wal Hidayah
Pekanbaru, Desember 2013
RONY SUHENDRA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI )
mempunyai rentetan sejarah panjang yang terukir abadi di tanah air Indonesia.
Berdiri pada tanggal 5 Februari 1947 atau 14 Rabbiul Awal 1366 H yang
diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam ( UII
sekarang) tingkat I. Ia mengadakan pembicaraan dengan teman-temannya mengenai
gagasan membentuk organisasi mahasiswa bernafaskan Islam dan setelah mendapatkan
cukup dukungan, pada bulan November 1946, ia mengundang para mahasiswa Islam yang berada di Yogyakarta
baik di Sekolah Tinggi Islam, Balai
Perguruan Tinggi Gajah Mada dan Sekolah Teknik Tinggi,
untuk menghadiri rapat, guna membicarakan maksud tersebut. Rapat-rapat ini
dihadiri kurang lebih 30 orang mahasiswa yang di antaranya adalah anggota Persyerikatan
Mahasiswa Yogyakarta dan Gerakan
Pemuda Islam Indonesia.
Rapat-rapat yang digelar tidak menghasilkan kesepakatan. Namun Lafran Pane mengambil
jalan keluar dengan mengadakan rapat tanda undangan, yaitu dengan mengadakan
pertemuan mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir oleh Husein Yahya. Pada tanggal
5 Februari
1947 (bertepatan dengan 14
Rabiulawal 1366 H), di salah satu ruangan kuliah Sekolah Tinggi Islam di Jalan Setyodiningratan
30 (sekarang Jalan Senopati) Yogyakarta, masuklah Lafran Pane yang langsung
berdiri di depan kelas dan memimpin rapat yang dalam prakatanya
mengatakan : "Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi Mahasiswa
Islam, karena semua persiapan yang diperlukan sudah beres".
Kemudian ia
meminta agar Husein Yahya memberikan
sambutan, namun beliau menolak dikarenakan kurang memahami apa yang disampaikan
sehubungan dengan tujuan rapat tersebut.
Pernyataan yang dilontarkan oleh
Lafran Pane dalam rapat tersebut adalah :
- Rapat ini merupakan rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam yang anggaran dasarnya telah dipersiapkan.
- Rapat ini bukan lagi mempersoalkan perlu atau tidaknya ataupun setuju atau menolaknya untuk mendirikan organisasi Mahasiswa Islam.
- Diantara rekan-rekan boleh menyatakan setuju dan boleh tidak. Meskipun demikian apapun bentuk penolakan tersebut, tidak menggentarkan untuk tetap berdirinya organisasi Mahasiswa Islam ketika itu, dikarenakan persiapan yang sudah matang.
Setelah
dicerca berbagai pertanyaan dan penjelasan, rapat pada hari itu dapat berjalan
dengan lancar dan semua peserta rapat menyatakan sepakat dan berketetapan hati
untuk mengambil keputusan :
- Hari Rabu Pon 1878, 15 Rabiulawal 1366 H, tanggal 5 Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI yang bertujuan :
- Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia
- Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam
- Mengesahkan anggaran dasar Himpunan Mahasiswa Islam. Adapun Anggaran Rumah Tangga akan dibuat kemudian.
- Membentuk Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam.
Adapun
peserta rapat yang berhadir adalah Lafran Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal (cucu
pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan), Suwali, Yusdi Ghozali; tokoh
utama pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII), Mansyur, Siti Zainah (istri Dahlan Husein), Muhammad Anwar, Hasan Basri, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Bidron Hadi.
Selain itu
keputusan rapat tersebut memutuskan kepengurusan Himpunan Mahasiswa Islam
sebagai berikut :
Ketua
|
Lafran Pane
|
Wakil Ketua
|
Asmin Nasution
|
Penulis I
|
|
Penulis II
|
Karnoto Zarkasyi
|
Bendahara
I
|
Dahlan Husein
|
Bendahara
II
|
Maisaroh Hilal
|
Anggota
|
Dinamika perkembangan Himpunan
Mahasiswa Islam yang seiring dengan bangsa Indonesia telah memasuki sekat-sekat
zaman. Paradigma yang berkembang saat ini adalah sulit suatu organisasi untuk
keluar dari jalur politik dan bahkan cenderung memainkannya didalam organisasi.
Tekanan politik pemerintah pada zaman orde baru saat itu telah membuat HMI
terpecah menjadi dua. Kejadian itu terjadi pada saat Kongres HMI ke-16 di
Padang,Sumatera Barat, dimana ada dualisme. HMI yang pada waktu itu harus
mengikuti peraturan pemerintah yang mengingtruksikan semua organisasi harus
berlandaskan pancasila.
Disaat keadaan yang sangat dilematis
tersebut, sebagian dari kader HMI menerima asas tunggal sebagai asas HMI, dan
sebagian lagi tetap bertahan dengan asas islam. HMI yang berlandaskan pancasila
itu lebih dikenal dengan HMI-DIPO ( di ambil dari nama jalan tempat
kesekretariatannya ) dan yang berlandaskan islam dikenal dengan HMI-MPO (
majelis penyelamat organisasi [2]).
Namun pertanyaan besar kemudian
muncul “ apakah HMI ( MPO ) mampu menjawab pertanyaan zaman dalam menciptakan
pemimpin atau HMI ( MPO ) pada akhirnya terseret arus politik yang semakin
menggila ? ”. Inilah tantangan konkret yang harus dihadapi HMI ( MPO )
kedepannya untuk menjaga marwah HMI ( MPO ) yang terkenal dengan
Independensinya.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalahnya adalah :
1) Bagaimana
ikhtiar HMI (MPO) dalam menggagas kepemimpinan nasional ?
2) Apa
kaitannya tema dengan kepemimpinan, jaringan, independensi, etos perjuangan ,
dan usaha ?
C.
Tujuan
Penulisan
1) Untuk
mengetahui ikhtiar HMI (MPO) dalam menggagas kepemimpinan nasional?
2) Untuk
mengetahui kaitan tema dengan kepemimpinan, jaringan, independensi, etos
perjuangan, dan usaha.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan
1. Asumsi
tentang kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mendorong
dan membantu orang lain untuk bekerja dengan antusias mencapai tujuan. Hakekat
kepemimpinan adalah bagian penting dari manajemen ( pengaturan ), tetapi bukan
semuanya. Perilaku pemimpin sangat menentukan proses kepemimpinan, karena
kepemimpinan adalah cerminan dari diri pribadi. Para pemimpin menggunakan jenis
keterampilan yang berbeda seperti keterampilan teknis, keterampilan manusiawi,
dan keterampilan konseptual. Meskipun ketiga keterampilan itu dalam prakternya
saling berkaitan, namun ketiganya ini dapat dipisahkan sebagai berikut :
1 Keterampilan
teknis ( technical skill ) mengacu pada pengetahuan dan keterampilan seseorang
dalam salah satu proses atau teknik. Keterampilan ini merupakan ciri yang
menonjol dari prestasi kerja pada tingkat operasional.
2Keterampilan
manusiawi ( human skill ) adalah kemampuan bekerjasama secara efektif dengan
orang-orang dan membina kerja tim. Setiap pemimpin pada semua tingkat
organisasi memerlukan keterampilan manusiawi yang efektif. Ini merupakan bagian
penting dari perilaku pemimpin.
3) Keterampilan
konseptual ( conseptual skill ) adalah kemampuan untuk berpikir dalam kaitannya
dengan model, kerangka, hubungan yang luas seperti rencana jangka panjang.
Keterampilan
ini menjadi semakin penting dalam pekerjaan manajerial yang lebih tinggi.
Keterampilan konseptual berurusan dengan gagasan, sedangkan keterampilan
manusiawi berfokus pada orang dan keterampilan teknis pada benda[3].
Kepemimpinan yang efektif akan terwujud apabila
dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung
dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang
mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi
itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi sosial
kelompok/oreganisasinya.
Pemimpin yang membuat keputusan dengan memperhatikan
situasi sosial kelompok organisasinya, akan dirasakn sebagai keputusan bersama
yang menjadi tanggung jawab bersama pula dalam melaksanakannya. Dengan demikian
akan terbuka peluang bagi pemimpin untuk mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan
sejalan dengan situasi sosial yang dikembangkannya.
2.
Fungsi kepemimpinan memiliki dua
dimensi sebagai berikut :
- Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
- Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara
operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi
kepemimpinan itu adalah :
a. Fungsi Instruktif
Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi satu
arah. Pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerintahkan
pelaksanaanya pada orang-orang yang dipimpinnya.
Fungsi ini berarti juga keputusan yang ditetapkan
tidak akan ada artinya tanpa kemampuan mewujudkan atau menterjemahkannyamenjadi
instruksi/perintah. Selanjutnya perintah tidak akan ada artinya jika tidak
dilaksanakan. Oleh karena itu sejalan dengan pengertian kepemimpinan,
intinya adalah kemampuan pimpinan menggerakkan orang lain agar melaksanakan perintah,
yang bersumber dari keputusan yang telah ditetapkan.
b. Fungsi Konsultatif
Fungsi ini berlansung dan bersifat komunikasi dua arah
, meliputi pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak pimpinan. Pada tahap
pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan bahan
pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang
dipimpinnya. Konsultasi itu dapat dilakukan secara terbatas hanya dengan
orang-orang tertentu saja, yang dinilainya mempunyai berbagai bahan informasi
yang diperlukannya dalam menetapkan keputusan.
Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada
orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan
sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan
berupa impan balik (feed Back) yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan
keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya,
sehingga kepemimpinan berlansung efektif. Fungsi konsultatif ini mengharuskan
pimpinan belajar menjadi pendengar yang baik, yang biasanya tidak mudah
melaksanakannya, mengingat pemimpin lebih banyak menjalankan peranan sebagai pihak
yang didengarkan. Untuk itu pemimpin harus meyakinkan dirinya bahwa dari siapa
pun juga selalu mungkin diperoleh gagasan, aspirasi, saran yang konstruktif
bagi pengembangan kepemimpinanya.
c. Fungsi Partisipasi
Fungsi ini tidak sekedar berlangsung dan bersifat dua
arah, tetapi juga berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara
pemimpin dengan sesama orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan
mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya.
Fungsi partisipasi hanya akan terwujud jika pemimpin
mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat,
gagasan dan pandangan dalam memecahkan masalah-masalah, yang bagi pimpinan akan
dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan-keputusan.sehubungan dengan itu
musyawarah menjadi penting, baik yang dilakukan melalui rapat-rapat mapun
saling mengunjungi pada setiap kesempatan yang ada.musyawarah sebagai
kesempatan berpartisipasi, harus dilanjutkan berupa partisipasi dalam
berbagai kegiatan melaksanakan program organisasi.
d. Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan limpahan
wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa
persetujuan dari pimpinan. Fungsi ini mengharuskan pemimpin memilah-milah tugas
pokok organisasi dan mengevaluasi yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan pada
orang-orang yang dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti
kepercayaan, pemimpin harus bersedia dapat mempercayai orang-orang lain, sesuai
dengan posisi/jabatannya, apabila diberi pelimpahan wewenang. Sedang penerima
delegasi harus mampu memelihara kepercayaan itu, dengan melaksanakannya secara
bertanggung jawab.
Fungsi pendelegasian harus diwujudkan seorang pemimpin
karena kemajuan dan perkembangan kelompoknya tidak mungkin diwujudkannya
sendiri. Pemimpin seorang diri tidak akan dapat berbuat banyak dan bahkan
mungkin tidak ada artinya sama sekali. Oleh karena itu sebagian wewenangnya
perlu didelegasikan pada para pembantunya, agar dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien.
e. Fungsi Pengedalian
Fungsi
pengendalian merupakan fungsi kontrol. Fungsi ini
cenderung bersifat satu arah, meskipun tidak mustahil untuk dilakukan dengan
cara komunikasi secara dua arah. Fungsi pengendalian bermaksud
bahwa kepemimpinan yang
sukses atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah
dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan
bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu berarti fungsi pengendalian
dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan
pengawasan. Dalam kegiatan tersebut pemimpin harus aktif, namun tidak mustahil
untuk dilakukan dengan mengikutsertakan anggota kelompok/organisasinya[4].
3.
Gaya Kepemimpinan
Mengutip
pada pandangan penyair Yunani kuno,Euripides (406),berikut ini : “ Sepuluh serdadu yang dipimpin dengan bijak
dapat mengalahkan seratus serdadu musuh yang tidak punya pemimpin “.
Kutipan ini mengisyaratkan bahwa betapa pentingnya pemimpin dan karena itu gaya
kepemimpinan berpengaruh besar dalam menjalankan suatu organisasi. Berikut ini
gaya kemimpinan yang hendak dielaborasi adalah :
a)
Solidarity Maker, Administrator
Menurut
Herbeth Feith, Solidarity Maker berorientasi pada bagaimana cara membangkitkan
semangat rakyat. Sedangkan Administrator bertugas mengurus negaradari sudut
administratif dan birokrasi. Kedua ini saling melengkapi dan bersinergi.
b)
Otorite, Demokratis
Menurut
Siagian, pemimpin otoriter akan
menunjukkan sikap yang menonjolkan ke-aku-annya antara lain :
1.
Kecendrungan memperlakukan bawahan
sama dengan alat-alat lain dalam organisasi.
2.
Pengutamakan orlentasi terhadap
pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas itu
dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan.
3.
Pengabaian peranan para bawahan
dalam proses pengambilan keputusan dengan cara memberitahukan kepada bawahan
tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan dan bawahan diharapkan dan dituntut
melaksanakannnya.
Sedangkan
secara teoritis gaya kepemimpinan demokratis sebagai berikut :
1.
Memiliki pandangan, betapa besar
sumber daya dan dana yang tersedia bagi organisasi, kesemuanya itu pada dirinya
tidak berarti apa-apa kecuali digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia dalam
organisasi demi kepentingan pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
2.
Dalam kehidupan organisasional tidak
mungkin, tidak perlu, bahkan tidak boleh semua kegiatan dilakukan sendiri oleh
pemimpin dan oleh karena itu selalu mengusahan adanya pendelegasian wewenang
yang praktis dan relitis tanpa kehilangan kendali organisasi.
3.
Kesungguhan yang nyata dalam
memperlakakukan para bawahan sebagai makhluk politik dan sosial.
4.
Usaha memperoleh pengakuan yang
tulus dari bawahan atas kepemimpinan orang yang bersangkutan didasarkan kepada
pembuktian kemampuan memimpin organisasi secara efektif, bukan sekedar karena
pemilikan wewenang formal berdasarkan pengangkatannya[5].
c)
Paternalistik, Egaliter
Paternalistik
adalah sifat yang muncul dari paternalisme, yaitu suatu paham yang mengagungkan
hirearki keluarga. Sedangkan egaliter berarti sederajat, artinya pemimpin
menganggap kalau dirinya sederajat dengan bawahannya[6].
d) Formal,
Informal
Formal berarti resmi, arti pemimpin harus
mengikuti formalitas yang telah ditetapkan oleh organisasi. Sedangkan Informal
artinya tidak resmi, artinya ada kelonggaran bagi pemimpin untuk menunjukkan
jati dirinya tanpa harus tunduk dalam formalistik yang ditetapkan oleh
organisasi.
e) Tranformasional,Transaksional
Pemimpin
transformasional mengubah dan memotivasi para pengikutnya dengan membuat mereka
menyadari pentingnya hasil tugas dan membujuknya mendahulukan kepentingan tim
dan organisasi serta mengaktifkan kebutuhan mereka yang lebih tinggi. Namun
sebaliknya, kepemimpinan transaksional melibatkan proses pertukaran yang dapat
menghasilkan kepatuhan pengikut terhadap permintaan pemimpin[7].
f) Proaktif
dan Reaktif
Pemimpin
proaktif adalah pemimpin yang mau mengembil resiko dan tantangan yang ciri-ciri
sebagai berikut : bertanggung jawab secara sadar, sengaja, dan aktif, visioner.
Sedangkan pemimpin Reaktif adalah hidup dengan cara “ pasca-kejadian”,
menghabiskan sebagian waktu untuk bereaksi terhadap peristiwa yang terjadi,
pasif menunggu segala hal yang terjadi dan pemecahan masalah[8].
3. Kepemimpinan dalam Perspektif Islam
dan Khittoh Perjuangan
Kepemimpinan dalam Al-Qur’an disebutkan dengan istilah
Imamah, pemimpin dengan istilah imam. Al-Qur’an mengkaitkan kepemimpinan dengan
hidayah dan pemberian petunjuk pada kebenaran. Seorang pemimpin tidak boleh
melakukan kezaliman, dan tidak pernah melakukan kezaliman dalam segala tingkat
kezaliman: kezaliman dalam keilmuan dan perbuatan, kezaliman dalam mengambil
keputusan dan aplikasinya[9].
Sistem
kepemimpinan yang pasti berubah untuk perbaikan secara terus menerus
mengakibatkan sesama manusia tidak boleh menghambat proses perbaikan tersebut.
Proses perbaikan akan terhambat ketika ada sikap dominasi mutlak satu manusia
terhadap manusia lainnya. Sikap ini tentu akan bermuara pada terciptanya
kondisi kezaliman. Dalam menghadapi dominasi mutlak tersebut, Islam mengajarkan
manusia untuk ber-amar ma'ruf
nahi mungkar. Pada
konsep ini umat Islam dituntut untuk selalu memberi peringatan kepada siapapun
yang melakukan kedzaliman. Bagi kaum yang terdzalimi atau kaum mustadh'afin
Islam mengajarkan untuk membela haknya dengan menegakkan sistem hukum yang
menjamin tegaknya keadilan dan kebenaran.
Oleh sebab itu Islam memandang bahwa
kepemimpinan bukanlah untuk diperebutkan tetapi merupakan alat bagi manusia
untuk membangun tatatan masyarakat yang diridhai Allah SWT. Islam juga
memandang bahwa tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT didasarkan pada
prinsip kepemilikan yang terpusat pada sang khalik. Bahwasannya segala sesuatu
di alam semesta ini dan limpahan kekayaan di dalamnya adalah milik Allah SWT.
Konsekuensinya Islam menolak suatu pemilikan dan pengusaan harta oleh manusia
secara mutlak. Harta menurut Islam adalah amanah dari Allah, yang dalam
penggunaannya harus berdasarkan hukum yang ditetapkan Allah dan digunakan untuk
beribadah kepada-Nya[10].
B.
Jaringan Organisasi
1. Defenisi
Jaringan
Jaringan
secara umum adalah sekumpulan elemen-elemen yang saling berhubungan melakukan
fungsi khusus untuk mencapai tujuan bersama. Jaringan-jaringan yang berbeda
dapat bekerja sama untuk tujuan yang sama[11].
2. Jaringan
Organisasi
Dalam suatu
organisasi terdapat jaringan-jaringan yang memiliki persamaan atau biasa
disebut dengan klik. Kumpulan dari beberapa “klik” dapat menimbulkan perbedaan
di antara mereka. Oleh sebab itu diperlukan sosok yang dapat menjadi pemersatu
di antara “klik” untuk lebih meminimalisir bertambahnya jumlah “klik” dalam
organisasi tersebut.
Paling tidak ada 4 gagasan dari
Mooney dan Reiley tentang jaringan organisasi :
1.
Koordinasi untuk menyatukan unit kerja yang mempunyai tujuan yang sama.
2.
Skala untuk menetapkan jarak berdasarkan hierarki.
3.
Fungsionalisasi, yang menerangkan gagasan tentang spesialisasi
4.
“Staff” dan “line” untuk menerangkan bahwa line bertugas melaksanakan tugas
pokok sedangkan staff melaksanakan tugas adsministratif yang menunjang
pekerjaan pokok.
Oleh sebab
itu, teori jaringan dipergunakan untuk mengakomodir ke-empat gagasan tersebut.
Teori jariangan dalam komunikasi organisasi dapat meliputi komunikasi formal
maupun informal. Dalam komunikasi formal, “penghubung” jaringan dapat
menerapkan pola komunikasi secara vertikal (instruksional atau upward ke
downward), horizontal (koordinasi antar level hierarki yang sama) dan diagonal
(dari level hierarki yang lebih atas dari divisi lain ke level hierarki yang lebih
bawah ke divisi lain, begitu pula sebaliknya): Bettinghaus, 1968 (dalam Alo
Liliweri; 1997)[12].
C. Independensi
Secara
terminologi independen dapat berarti 'bebas', 'merdeka' atau 'berdiri sendiri'.
Independensi adalah suatu keadaan atau
posisi dimana kita tidak terikat dengan pihak manapun. Artinya keberadaan kita
adalah mandiri. tidak mengusung kepentingan pihak tertentu atau organisasi
tertentu. Contoh independensi
dapat kita lihat pada organisasi-organisasi tertentu dimana keberadaannya adalah
merdeka tanpa diboncengi kepentingan tertentu.
Dalam
konteks lain, independensi juga merupakan hak kita sebagai manusia, yang
memiliki hak bebas dan merdeka tanpa ditekan oleh orang lain. Tentu saja dalam
pelaksanaannya yang disebut independen juga ada batasan-batasannya. Karena
suatu lembaga atau organisasi juga tidak dapat eksis tanpa adanya dukungan dari
pihak lain[13].
Didalam
Khittoh Perjuangan, independensi diartikan sebagai kemerdekaan. Kemerdekaan
sesungguhnya akan menjadi rahmat yang sebenar-benarnya bagi manusia bila
disikapi dan diaktualisasikan berdasar petunjuk jalan yang benar dari Allah.
Kemerdekaan semacam ini bermakna pilihan yang sadar dan bertanggungjawab atas
jalan hidup tertentu serta secara konsisten meninggalkan pilihan lahirnya.
Secara sosiologis, kemerdekaan yang
disikapi demikian akan tampak sebagai pemihakan. Pemihakan terhadap segala
sesuatu yang berasal dari dan bertujuan kepada kebenaran. Pemihakan yang
tercermin dalam kerja-kerja kemanusiaan atau amal shalih yang menjadi rahmat
bagi umat manusia dan alam semesta pada umumnya.
Secara logis, sikap yang demikian
menuntut adanya kemampuan diri yang memadai dalam segala aspek kehidupan.
Kemampuan yang berasal dari pengembangan berbagai institusi diri dengan
seimbang yang dimungkinkan oleh konsistensi sikap disatu sisi dan pemahaman
medan juang yang baik disisi lainnya. Ini berarti, memerlukan proses
pembelajaran secara terus menerus yang tercermin dalam sikap kritis, obyektif
dan progersif. Pada akhirnya secara sosiologis dan politis mereka dituntut
untuk amat berperan menentukan jalannya sejarah peradaban manusia[14].
D.
Tujuan
Berikut ini
adalah pengertian dan definisi tujuan:
·
H.R. DAENG NAJA
Tujuan
merupakan misi sasaran yang ingin dicapai oleh suatu organisasi di masa yang akan
datang dan manajer bertugas mengarahkan jalannya organisasi untuk mencapai
tujuan tersebut
·
IDA NURAIDA
Tujuan
merupakan bagian dari fungsi planning atau perencanaan dan merupakan langkah
awal fungsi manajemen
·
SPILLANE, SJ
Tujuan merupakan bagian dari proses
mencapai keserasian dan konsentrasi kekuasaan
·
ABUBAKAR A & WIBOWO
Tujuan merupakan norma terakhir
untuk organisasi menilai dirinya. Tanpa tujuan, organisasi tidak mempunyai
dasar yang jelas
·
KEN MCELROY
Tujuan merupakan langkah pertama
dalam proses mencapai kesuksesan dan tujuan juga merupakan kunci mencapai
kesuksesan
·
JEMSLY H & MARTANI H
Tujuan merupakan sesuatu yang
mungkin untuk dicapai, bukan sesuatu yang utopis
·
YAYASAN TRISAKTI
Tujuan merupakan kunci untuk
menentukan atau merumuskan apa yang akan dikerjakan, ketika pekerjaan itu harus
dilaksanakan dan disertai pula dengan jaringan politik, prosedur, anggaran
serta penentuan program
·
TOMMY SUPRAPTO
Tujuan merupakan realisasi dari misi
yang spesifik dan dapat dilakukan dalam jangka pendek
Tujuan merupakan pernyataan tentang
keadaan yang diinginkan di mana organisasi atau perusahaan bermaksud untuk
mewujudkannya dan sebagai pernyataan tentang keadaan di waktu yang akan datang
di mana organisasi sebagai kolektivitas mencoba untuk menimbulkannya[15].
Merujuk
dari sumber-sumber diatas maka Himpunan Mahasiswa Islam juga merumuskan
tujuannya didalam Khittoh Perjuangan sebagai berikut : "Terbinanya mahasiswa Islam menjadi
insan ulil albab yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat
yang diridhoi oleh Allah subhanahu wata'ala".
Didalam
implementasi tujuan tersebut diharapkan kader-kader HMI yang memiliki keyakinan atas nilai-nilai
keIslaman yang kuat dan memiliki kemampuan daya pikir (ilmu) yang bagus
merupakan elemen yang akan membuat organisasi HMI mampu melihat dan membaca
segala bentuk realitas masyarakat yang ada dalam gerak zaman. . Hal
ini demi terciptanya masyarakat yang telah dicita-citakan oleh organisasi HMI
itu sendiri yaitu masyarakat yang "Baldatun
Thayibatun Warabbun Ghafur"[16].
E.
Etos Perjuangan
Etos
berarti pandangan
hidup yang khas dari suatu golongan sosial[17]. Etos
berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap,
kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak
saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos
dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang
diyakininya. Dari kata etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang
hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan
baik buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau
semangat yang amat kuat untuk menyempurnakan sesuatu secara optimal, lebih
baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna
mungkin. Abu Hamid memberikan pengertian bahwa etos adalah sifat, karakter,
kualitas hidup, moral dan gaya estetika serta suasana hati seseorang masyarakat[18].
Etos perjuangan menjadi bekal dalam
berusaha dan berjuang untuk perbaikan masyarakat di setiap waktu dan di setiap
tempat. Manusia yang memiliki etos perjuangan yang cukup kuat akan selalu sadar
untuk melihat realitas lingkungan sekitarnya dan melakukan perubahan serta
perbaikan atas kondisi lingkungannya tersebut setiap saat. Melakukan perubahan
dan perbaikan setiap saat tanpa henti seperti ini dikarenakan kondisi
lingkungan masyarakat tidak pernah mencapai titik ideal yang diam dan statis.
Etos perjuangan yang harus dimiliki tiap
muslim merupakan cerminan gerak iman seorang muslim tersebut. Iman tidak hanya
diukur atas berapa banyak shalat yang ia kerjakan, atau berapa banyak zakat
yang ia keluarkan atau berapa lama puasa yang ia lakukan dan berapa banyak
ibadah haji yang ia tunaikan Namun iman juga diukur dengan seberapa lama dan
seberapa kuat manusia berjuang mewujudkan kebenaran dalam masyarakat demi
kemaslahatan umat manusia. Keistiqomahan berjuang ini menjadi ukuran kemuliaan
iman karena menunjukan tingkat keyakinan diri manusia atas kebenaran keilahian
itu sendiri.
Keberhasilan suatu perjuangan bukanlah
titik kemuliaan keimanan dari seorang muslim. Kegagalan juga bukan merupakan
titik kehinaan dalam keimanan seorang muslim. Namun istiqomahlah yang
menentukan apakah keimanan seorang muslim itu merupakan iman yang
sebenar-benarnya atau iman yang sebatas pengakuan tanpa implementasi[19].
F. Usaha
Usaha adalah kegiatan dng mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan
untuk mencapai suatu maksud; pekerjaan (perbuatan, prakarsa, ikhtiar, daya
upaya) untuk mencapai sesuatu[20].
Didalam perspektif islam,
usaha bisa diartikan sebagai bentuk perpindahan ( hijrah ). Proses Hijrah akhirnya memberi pesan
bahwa Syahadat sebagai bukti keislaman harus diikuti dengan aktifitas diri yang
nyata untuk menjadi orang beriman. Perubahan sikap diri dari tingkatan kaum
muslim menjadi kaum mukmin dan akhirnya muttaqin harus terlihat dari sikap
keseharian. Meninggalkan sesuatu yang tidak diperkenankan oleh Allah menuju jalan
yang ditunjuk oleh Allah SWT adalah inti dari Hijrah tersebut.
Secara aktif menjalani jalan yang
ditunjuk oleh Allah SWT untuk menjadi seorang yang beriman dan bertaqwa dapat
terlihat dalam dua sikap diri yaitu sikap Amar Ma'ruf dan Sikap Nahi Munkar. Mulai
dari diri sendiri sebagaima mulainya diri bersyahadat dan kemudian dilanjuti
dengan lingkungan sekitar diri tersebut sebagaimana kewajban umat Islam untuk
berdakwah. Keyakinan yang kuat dan Istiqomah adalah tuntutan dalam menjalani
sikap dengan pola Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar[21].
Inilah pedoman pokok bagi kader HMI
dalam rangka mewujudkan tujuan dari HMI itu sendiri melalui usaha-usaha yang
sudah tersusun rapi didalam Khittoh Perjuangan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mengacu pada tema yang di pilih
yaitu “ Ikhtiar HMI dalam menggagas kepemimpinan nasional, bisa ditarik
kesimpulan bahwa kepemimpinan itu tidak lepas dari pengaruh, mempengaruhi, dan
yang dipengaruhi. Banyak ahli yang mengemukakan tentang kepemimpinan seperti
yang diuraikan diatas, akan tetapi akan diambil suatu pengertian kepemimpinan
secara universal yaitu : gaya seorang pemimpin dalam mempengaruhi seseorang
ataupun kelompok guna agar yang dipengaruhi mengikutinya.
Didalam islam juga mengatur tentang
kepemimpinan. Kepemimpinan islam mengacu bagaimana Rasullullah SAW beserta
sahabatNya memimpin umat. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang
sangat terkenal : “Setiap dari kalian
adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya”.
Artinya kepemimpinan itu jangan dijadikan ajang perlombaan dimana untuk
mendapatkan kekuasaan harus saling mengalahkan.
Untuk itu, didalam mencapai suatu
tujuan maka harus dibarengi dengan usaha-usaha yang konkret. Dalam proses
pengkaderan HMI telah menetapkan petunjuk-petunjuk teknis dimana organisasi
mampu menciptakan pemimpin yang dibutuhkan zaman. Didalam organisasi tentu
tidak terlepas dari pemimpin dan bagaimana gaya kepemimpinannya, akan tetapi
ada hal lain sangat urgent seperti :
·
Jaringan
Mustahil
mengembangankan organisasi dimana organisasi tersebut tidak mempunyai jaringan.
·
Independensi
Sikap
mandiri yang menjadi watak organisasi. Organisasi yang mandiri adalah
organisasi yang mampu bertahan dari interpensi pihak manapun. Dan untuk
mengembangkan organisasi, seorang pemimpin harus tetap menjaga independensi
dirinya dan organisasi yang ia pimpin.
·
Tujuan
Untuk
mewujudkan kepemimpinan nasional, kader HMI harus menyeleraskan tujuannya
seperti tujuan HMI yaitu Amar ma’ruf ,
nahi munkar.
·
Etos perjuangan
Semangat
hidup dimiliki manusia yang senantiasa selalu berserah diri dan tawakkal kepada
Allah SWT. Selalu berjuang dalam menagakkan kebenaran. Etos perjuangan yang harus dimiliki tiap
muslim merupakan cerminan gerak iman seorang muslim tersebut. Iman tidak hanya
diukur atas berapa banyak shalat yang ia kerjakan, atau berapa banyak zakat
yang ia keluarkan atau berapa lama puasa yang ia lakukan dan berapa banyak
ibadah haji yang ia tunaikan Namun iman juga diukur dengan seberapa lama dan
seberapa kuat manusia berjuang mewujudkan kebenaran dalam masyarakat demi
kemaslahatan umat manusia.
·
Usaha
Adalah
dorongan diri dalam meningkatkan kualitas pribadi menjadi lebih baik. Usaha
juga diartikan sebagai hijrah atau berpindah dari tempat yang kurang baik ke
tempat yang lebih baik.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa didalam
penulisan karya ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Untuk
itu diharapkan kritik, koreksi, dan saran pembaca serta pendengar agar karya
ilmiah ini bisa sempurna dan bermanfaat bagi orang banyak dan penulis tentunya.
REFERENSI
Al-Qur’an
As-Sunnah
Khittah
Perjuangan ( Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi )
http://id.wikipedia.org/wiki/Himpunan_Mahasiswa_Islam
13: 21
http://id.wikipedia.org/wiki/Himpunan_Mahasiswa_Islam-Majelis_Penyelamat_Organisasi
13: 55
Keith
davis & john w.newstrom “ perilaku
dalam organisasi “ edisi ketujuh hal.152-153
Drs.Ec.H.Sentot Imam Wahyono,M.si “ Perilaku Organisasi “Jakarta:Rajawali
Pers,2003
Sondang P.Siagian, “ Teori dan Praktek Kepamimpinan”,Jakarta
:Rineka Cipta,2003
Marsilam Simanjuntak” Pandangan Negara Integralistik”Jakarta :
Grafiti,1994
Gary Yukl”kepemimpinan
dalam organisas”,Edisi Kelima,Jakarta: Indeks,2007,hal 305
Miftah Toha” Kepemimpinan dalam Manajemen”Jakarta:Rajawali Pers,2007
http://kepemimpinandalamal-quran.blogspot.com/p/kepemimpinan-dalam-perspektif-al-quran.html
14:
03
http://www.jaringankomputer.org/pengertian-jaringan-definisi-jaringan-daribeberapa-disiplinilmu/ 14: 30
http://ardhiwidjaya.blogspot.com/2013/04/teori-jaringan-dalam-komunikasi.html
18;35
http://dwi-jo.blogspot.com/2012/01/pengertian-independensi.html
19;19
http://carapedia.com/pengertian_definisi_tujuan_info2100.html 19;31
http://artikata.com/arti-326875-Etos.html 19;47
http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-etos-kerja.html 19;51
Kamus Besar Bahasa Indonesia
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Himpunan_Mahasiswa_Islam
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Himpunan_Mahasiswa_Islam-Majelis_Penyelamat_Organisasi
[3] Keith davis & john w.newstrom “ perilaku dalam organisasi “ edisi ketujuh hal.152-153
[4] Drs.Ec.H.Sentot Imam Wahyono,M.si “ Perilaku Organisasi “
[5] Sondang P.Siagian, “ Teori dan Praktek Kepamimpinan”,Jakarta :Rineka
Cipta,2003
[6] Marsilam Simanjuntak, Pandangan Negara Integralistik,Jakarta :
Grafiti,1994
[7] Gary Yukl,kepemimpinan dalam organisasi,Edisi Kelima,Jakarta:
Indeks,2007,hal 305
[8] Miftah Toha, Kepemimpinan dalam Manajemen,Jakarta:Rajawali Pers,2007
[9] http://kepemimpinandalamal-quran.blogspot.com/p/kepemimpinan-dalam-perspektif-al-quran.html
[10] Khittoh Perjuangan
[11] http://www.jaringankomputer.org/pengertian-jaringan-definisi-jaringan-daribeberapa-disiplinilmu/
[12] http://ardhiwidjaya.blogspot.com/2013/04/teori-jaringan-dalam-komunikasi.html
18;35
[13] http://dwi-jo.blogspot.com/2012/01/pengertian-independensi.html
19;19
[14] Khittoh Perjuangan
[15] http://carapedia.com/pengertian_definisi_tujuan_info2100.html
19;31
[16] Khittoh Perjuangan
[17] http://artikata.com/arti-326875-Etos.html
19;47
[18] http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-etos-kerja.html
19;51
[19] Khittoh Perjuangan
[20] Kamus Besar Bahasa Indonesia
[21] Khittoh Perjuangan
1 comments
Di muka hakim kolonial, pada bagian penutup dari pleidoi ”Indonesia Menggugat” (1930), Soekarno bertutur: ”Kami menyerahkan segenap raga dengan serela-relanya kepada tanah air dan bangsa… Juga kami adalah berusaha ikut mengembalikan hak tanah air dan bangsa atau peri kehidupan yang merdeka. Tiga ratus tahun, ya walau seribu tahun pun, tidaklah bisa menghilangkan hak negeri Indonesia dan rakyat Indonesia atas kemerdekaan itu.”
Dengan pernyataan itu, Soekarno menambatkan perjuangan kemerdekaan Indonesia ke dalam jangkar “kebangsaan”. Suatu bangsa, menurut Ernest Renan, terbentuk karena dua hal: bersama-sama menjalani suatu riwayat dan mempunyai keinginan hidup menjadi satu.
Merdeka Tanpa Kepemimpinan
EmoticonEmoticon