Sabtu, 15 September 2018

Menghadirkan "Nun"

Picture di ambil dari google
Nun adalah satu diantara 30 huruf hijaiyah yang adsla di dalam alqur'an. Kita juga tahu dari 30 juz dan 114 surah, adalah rangkaian dari 30 huruf hijaiyah, dan diantaranya adalah peran penting Nun dalam setiap kalimat ayat yang ada dalam alqur'an.

Nun sendiri memiliki, makna yang tersimpan dan begitu dalam. Sehingga mahluk pun tidak mampu menerjemahkannya, secuali Allah (Tuhan sekalian Alam). Salah satu contoh nya surah al qolam yang diawali dengan Nun. Tentu sebagai penulis juga tidak akan menjawab, sebab bukan peran penulis disini.

Sedikit bercerita, penulis memaknai Nun disini dengan banyak sisi. Diantaranya pertama; sisi komunikasi, misal dalam komunikasi masyarakat jawa, Nun adalah satu alternatif jawaban tentang adab atau tata krama. Biasanya jika ada seseorang yang lebih tua memanggil, maka Ungkapan Nun lah yang mampu mewakili sekaligus sebuah penghormatan pada yang lebih tua dari kita. Meskipun banyak kata lain seperti ( opo, piye, dll). Tetapi Nun lah yang dianggap tepat untuk mewakili jawaban tersebut. Itu dari sisi bahasa dan kultur jawa. (Baca: adab jawa)

Selanjutnya Nun juga pengejawantahan satu, menyatukan (nyawiji). Sebab Nun adalah huruf yang bisa membaur di kalimat manapun, ia bisa memposisikan diri disegala kondisi. Ia (Nun) tidak pernah marah disandingkan dengan siapa saja, justru ia memberikan nilai tambah pada yang lainnya dengan kemampuannya untuk mengubah hukum bacaan pada setiap kakimat. Apabila ia bertemu dengan salah satu huruf idzhar maka ia akan menjadi jelas, ia juga akan samar jika bertemu dengan huruf ikhfa' dan seterusnya. (Baca: maharijul huruf)

Dengan demikian, menjadi Nun adalah pilihan setiap kita. Apalagi kita adalah bagaian dari bangsa yang besar, yang kaya akan bahasa dan budaya, ras serta agama. Maka sesungguhnya nilai pancasila adalah Nun sejati bagi bangsa ini.

Kemudian menghadirkan diri kita sebagai Nun, berperan sebagai mana mestinya peran kita untuk bangsa. Tanpa harus merendahkan, menolak perbedaan saudara lainnya. Membangun bangsa tidak perlu gontok-gontokan siapa yang paling pancasila. Jika sudara kita tidak hafal pancasila minimal ia tetap mengamalkan nilai yang terkandung didalamnya. Karena berbangsa adalah satu kesatuan tanpa menolak perbedaan,  jika kita tidak suka kopi, minimal jangan pecahkan gelas kopi saudara kita. Begitu lah Nun untuk bangsa.

kangmizan (pegiat kopi)

fb: kangmizan
wa:082170707101


EmoticonEmoticon