HMI-MPO |
Kemana Arah dan Cita-cita Himpunan
(Refleksi Milad HMI 14 rabiul awal 1438 H)
Oleh: Kang Mizan
Perjalanan panjang Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI
(Read: MPO dan Dipo) saat ini, tidak terlepas dari sejarahnya. Sudah sepatutnya
setiap kader tahu sejarah himpunan tercinta ini. Secara singkat HMI berdiri
pada tanggal 14 rabiul awal 1366 H atau bertepatan
dengan 5 febuari 1947 M.
tetap hari Rabu Pon dalam perhitungan jawa. Didepan kelas (ruang kuliah)
seorang mahasiswa bernama Lafran Pane, mahasiswa sekolah tinggi islam (STI)
sekarang UII Jogjakarta. Sejak berdirinya, HMI merupakan organisasi independen
yang berbasis kemahasiswaan, yang mengutamakan kebebasan berfikir dan bertindak
sesuai dengan hati nurani. Komitmen pada garis perjuangan Islam dalam bingkai keindonesiaan
merupakan satu ciri idealisme yang selalu dipegang teguh oleh setiap kader HMI.
Hal ini tercantum dalam tujuan awal HMI itu sendiri, yakni;
a.
Mempertahankan
negera kesatuan republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia
b.
Mebegakkan dan
mengembangkan agama islam
Sejarah panjang pun mencatat perjalanan awal
himpunan, bahwa HMI sebagai wadah perjuangan bagi para kadernya. Diera 50 an
juga tercatat sebagai masa Dis-Organized (kekacauan organisasi) ditandai
dengan penyatuan kampus-kampus diintegrasikan kedalam UGM (baca juga: http://mizaneducation.blogspot.co.id/2015/02/hmi-dahulu-dan-kini-ihtiar-menjawab.html ). Keberlanjutan Himpunan pun terus bergelut dengan
dinamika bangsa ini, diera 60 an, HMI menjadi musuh bersama setelah Masyumi
oleh beberapa tokoh kontra revolusi. Orde baru juga tidak lepas dari
bayang-banyang HMI. Sampai pada detik dimana ditubuh HMI sendiri mengalamai
konflik internal. Dengan permasalahan berlakunya azas tuggal pancasila. Hal ini
yang menyebabkan HMI terpencah menjadi dua kelompok. Yang satunya menyebut
dirinya sebagai HMI MPO (Baca: Sejarah HMI dari Zaman Kemerdekaan sampai
Reformasi, Muhammad Chozin Amirulah), hingga sekarang. Dua HMI berjalan dengan seiringan sejalan mesti beda
haluan. Yang jelas keduanya memiliki cita cita mulia. Sama-sama ingin
mewujudkan tatanan masyarakat yang diridhai Allah SWT.
Secara Umum gambaran masyarakat yang diridhoi Allah
SWT yang tertuang dalam bait tujuan HMI merupakan sinonim dari kata qu’ran yang
menyebut baldatun toyyibun warabbun ghofur. Kata baldatun toyyibun
warabbun ghofur sendiri dijelaskan Allah dalam surat Saba’ ayat 15. Di ayat
tersebut ada Negeri Saba, Asy-Syaukuni menafsirkan baldatun toyyibun dengan
makna negeri yang baik. Para ahli tafsir lainnya mengatakan sebuah negeri yang
subur makmur dan penuh dengan cinta serta kasih sayang (baca juga: https://almanhaj.or.id/4276-baldatun-thayyibatun-wa-rabbun-ghafur.html).
Lalu adakah kesamaannya dengan Indonesia? Tentu
sudah pasti ada, orang atau Negara lain mengenal Indonesia bukan hanya karena
terletak pada garis equator katulistiwa, melainkan lebih pada Sumber daya
alamnya yang melimpah dan juga keberagaman manusia yang ada di bumi Indonesia.
Tak terhitung berapa kayanya negeri ini atas kekayaan sumber daya alam yang ada,
dan berapa banyaknya suku, budaya, dan tradisi yang membuat iri bangsa lainnya
dengan Indonesia. Setidaknya itulah secara umum gambaran persamaan negeri saba
dengan bumi Indonesia.
Cita cita HMI selaras dengan isi kitab al-quran
tersebut, secara sadar kader Himpunan tahu bahwa mewujudkan impian tersebut
bukanlah hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan, butuh waktu dan
perjuangan ekstra untuk meraih mimpi-mimpi besar tersebut. Sebelum terlalu
jauh, mari kita falsh back sejenak mengingat tema kongres November 2015 lalu.
HMI (baca: MPO) mengangkat grand tema “HMI untuk NKRI Berdaulat”. Ada tiga
point penting dari hasil kongres ke 30 ditanggerang diantaranya:
Pertama, kata
berdaulat. Kata ini tersurat dalam pembukaan UUD 45 berdaulat adil dan makmur. Bagi HMI kedaulatan adalah hal yang penting,
kemandirian sebuah bangsa harus menjadi prioritas utama, berdaulat secara
ekonomi, social, budaya, dan politik. Kedua,menjadikan HMI sebagai wadah
kader unggulan bangsa. Dengan mengedepankan modal besar yang dimiliki oleh
kalangan kader HMI seperti intelektualisme dan jaringan yang cukup memadai baik
secara nasional maupun internasional. Ketiga, menjadikan islam sebagai
landasan ideologys atau rahmatalil alamin bagi seluruh kehidupan
masyarakat Indonesia. Lalu apakah dengan ketiga modal tersebut sudah menjadi
alternative gerakan kader HMI untuk melangkah mewujudkan tatanan masyarakat
yang diridhoi Allah SWT? Semuanya bisa saja mungkin terjadi, apa yang tidak
mungkin jika niat baik dan optimisme selalu menjadi motivasi kader HMI. (Baca
Juga: http://mizaneducation.blogspot.co.id/2015/11/kader-hmi-mpo-menatap-masa-depan-bangsa.html ).
sebagai ornanisasi HMI MPO dapat dikenali dengan
berbagai cara, antara lain; melalui atribut-atribut organisasi, jargon-jargon
gerakan. Sedangkan out put organisasi berupa
karya dan kader-kadernya yang memiliki multi skill. Mengidentifikasi HMI dengan
hal-hal tersebut dipandang amat sederhana, karena terbukti bahwa kesemuanya tak
mampu mewakili kedalaman cita-cita pejuangan HMI-MPO. memberi inspirasi bagi keberlanjutan
perjuangan, apalagi jika dikaitkan dengan upaya untuk mempertahankan daya juang
kader sepanjang hayat. Diperlukan
satu konsep yang menggambarkan semangat ideologis kader HMI yang dapat menjawab
kebutuhan tentang pentingnya daya tahan setiap kader dalam mengawal cita-cita
perjuangannya. Hal ini diyakini lebih memiliki keunggulan dibandingkan sekadar
atribut, simbol, jargon, ataupun klaim terhadap alumni dan kader yang “sukses”
di bidang tertentu. Artinya, HMI belum dapat digambarkan dengan mengedepankan
hal-hal tersebut.
Khittah Perjuangan HMI merupakan dokumen yang
menggambarkan konsepsi ideologis sebagai upaya kader memberi penjelasan tentang
cara pandang HMI mengenai semesta eksistensi yang wajib diakui, kebenaran yang
wajib diperjuangkan, jalan hidup yang wajib dijunjung tinggi, cita-cita yang
perlu diraih, dan nilai-nilai yang mengikat atau menjiwai kehidupannya secara
individual maupun sosial. Khittah Perjuangan
merupakan paradigma gerakan atau manhaj yang merupakan penjelasan utuh tentang pilihan
ideologis, yaitu prinsip-prinsip penting dan nilai-nilai yang dianut oleh HMI
sebagai tafsir utuh antara azas, tujuan, usaha dan independensi HMI.
Lantas bagaimana HMI melihatnya? Sebagai lembaga
yang memiliki tujuan mulia tentu melihatnya dengan cara pandang tersendiri. Mengawalinya
dengan perkaderan yang baik dan mengedepankan kualitas insane cita HMI atau
manusia yang ulil albab akan menjadi penentu arah kemana HMI-PO akan dibawa. Penulis
membaca salah satu artikel teman-teman dari HMI dengan tema HMI dalam
memperjuangkan kaum mustad’afien. (kaum yang lemah) dalam hal ini menjadi
repesentasi kader HMI untuk membangun konsep peradaban yang islami. Lahirnya
Muhammad sebagai Nabi terahir dengan membawa Islam yang rahmatalill alamin
banyak menawarkan jawaban atas problematika kehidupan masyarakat dengan quran
dan haditsnya. Menanamkan nilai-nilai islam dalam kehidupan masyarakat agar
harapan terlaksananya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia ( Baca juga: http://artfalsafah.blogspot.co.id/2013/09/hmi-mpo-dalam-memperjuangkan-kaum.html ).
Meskipun demikian apakah lantas tujuan Himpunan akan
berubah?, tentu tidak, tujuan akan tetap pada mulanya yakni terbinanya
mahasiswa islam menjadi insane ulil albab yang turut bertanggung jawab atas
terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah SWT. Meminjam istilah
ketua umum PB HMI 2011-2013 Alto Makmuralto. HMI-MPO memanglah terlahir sebagai
anak bandel (Theking), namun demikian bukan berarti mereka (kader HMI-MPO) anti
kemapanan, melainkan menjaga kemewahannya ditengah kehidupan yang
materialistis. Toh ternyata tidak semua kader HMI-MPO idealis. Mungkin juga
termasuk penulis (tanda kutip). Bertanya kehilangan arah, mungkin juga tidak.
Lalu kemana sebenarnya arah himpunan ini? Arahnya akan tetap sama membina
mahasiswa menjadi insane yang ulil albab dan mewujudkan tatanan masyarakat yang
islami. Dalam tujuan HMI-MPO ada dua frasa yakni terbinannya Mhasasiswa
islam menjadi insane ulil abab disinilah letak perkaderan HMI-MPO, membina
setiap mahasiswa untuk dijadikan sebagai manusia yang paripurna. Terus
bagaimana indikatornya? Indikatornya sudah tertuang dalam Khittah Perjuangan
HMI ada sepuluh karakteristik insane ulil albab diantara hanya takut pada Allah
dan seterusnya, serta ihtiar membentuk diri kader sebagai manusia mujahid,
mujaddid, mujtahid, serta mu’abbid. Maka, yang demikian ini merupakan hasil
dari perkaderan HMI-MPO itu sendiri. Kemudian terwujudnya tatanan masyarakat
yang diridhoi Allah SWT akan tergambar dari hasil perkaderan, dimana kader (mewakili
masyarakat) memiliki indicator Ulil albab diatas.
Wallahu a’lam bisshowab.
Tulisan
ini hanya refleksi penulis pada sempena milad HMI yang ke 72 14 rabiul awal
1366-1438. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesui dengan mestinya merupakan
keawaman penulis dalam memahami HMI (MPO) secara mendalam, dan dimohon untuk
saling membenarkan agar tetapterjaga kualitas kader dan Himpunan. (Mizan
Musthofa)
EmoticonEmoticon