Sabtu, 15 November 2014

Insan Cita HMI (MPO)

Pengantar
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI-MPO) sebagai sebuah organisasi saat ini dihadapkan pada kondisi kekinian. Yang mana, kita pun tahu modernisasi dan globalisasi telah menyergap bangsa ini. Maka, HMI pun harus dapat menyesuaikan diri jika ingin tetap bertahan dan terus maju. Adapun penyesuaian diri yang dimaksud adalah dalam ranah perjuangan para kadernya saat ini. Era modernisasi dan globalisasi yang saat ini menyergap lebih mengarah pada perjuangan intelektual seharusnya dilakukan para kader. Hal ini, tidak menjadi soal, karena para kader HMI merupakan mahasiswa yang tentunya adalah kaum intelektual. Sesuai tujuan HMI yang dijabarkan yaitu “Terbinanya Mahasiswa islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggung jaab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT” maka segala bentuk perjuangan para kader HMI pun tentunya mengarah pada tujuan tersebut. 
Maka sudah waktunya HMI MPO saat ini mempeersiapkan diri untuk berperang secara keintelektualnya sebagai insan ulil albab, untuk itu perlu adanya perkaderan yang matang demi mewujudnya cita-cita HMI itu sendiri.

1.      Keislaman
HMI sejak berdirinya pada 5 Februari 1947 di Yogyakarta yang mempunyai tujuan mempertegak dan mengembangkan agama islam dan mempertinggi derajat rakyat dan Negara republic indonesia. seperti lazimnya organisasi yang lain, HMI mempunyai tujuan yang merupakan cita-cita besar yang hendak dicapai, sejak berdirinya HMI hingga sekarang tujuan hmi yang telah berganti samapi enam kali mempunyai cita-cita yang luhur terhadap islam. Ini bisa dilihat bahwa tujuan HMI sekarang adalah “Terbinanya Mahaiswa Islam memjadi insane ulil albab yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah SWT”.
HMI yang berfungsi sebagai organisasi perkaderan yang bertujuan membina para anggotanya menjadi kader menjadikan focus dan obyek tujuannya adalah individu-individu mahasiswa untuk mempunyai kualifikasi tertentu yang disebut insane ulil albab, insane yang dicita-citakan HMI.
Selain berfungsi sebagai organisasi perkaderan HMI juga berfungsi sebagai organisasi perjuangan . kader-kader HMI yang telah mempunyai kualifikasi sebagai insane ulil albab mereka juga bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah.
Dan untuk mewujudkan tujuan HMI tersebut diperlukan usaha yaitu Dakwah amar ma’ruf nahi munkar, pembentukan individu- individu ulil albab, dan pembentukan masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa HMI adalah organisasi dakwah. Berbicara tentang HMI memang ada dua hal yang harus kita perhatikan yaitu kata himpunan sendiri berarti merupakan sebuah wadah suatu kelompok umat yang sedang berdakwah. Seperti dikatakan dalam Al Qur’an Surat Ali Imran 104 dikatakan bahwa “ Dan hendaklah ada segolongan umat yang menyeru pada kebajikan,menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Sedangkan kata mahasiswa Islam, kader HMI adalah seorang muslim dan muslimat yang mempunyai kewajiban untuk berdakwah. Karena mahasiswa identik dengan kampus maka sering kali kita sebut dakwah kampus walaupun istilah ini sering diklaim oleh gerakan mahasiswa tetangga kita. Awalnya HMI (MPO) sangat focus pada keislamanya bahkan terkenal sebagai organisasi yang fundamental, namun kini tampaknya HMI (MPO) mulai terbuka, mudah kita temui kader-kader yang berbeda-beda ekspresi keagamaanya. Ada kader yang cenderung fundamen, moderat, dan liberalpun banyak. Memang pada dasarnya HMI tidak mengatur keseragaman pemahaman Agama.
Ekspresi keagamaan masing-masing cabangpun berbeda-beda ini bisa kita lihat ada cabang yang akhwatnya memakai jilbab yang besar-besar ada juga yang cabang yang akhwatnya memakai celana jins ketat. Memang kalau kita menilai bahwa keislaman di HMI itu menurun, itu dalam kacamata siapa? Dan keislaman yang bagaimana? Banyak kader yang kini nampaknya mulai jenuh terhadap perkaderan HMI. Perkaderan yang hanya identik dengan acara LK 1, LK 2, LK 3 dan kajian rutin tiap minggunya. Tanpa ada Inovasi kegiatan-kegiatan yang lebih modern. Kegiatan-kegiatan seperti ceramah dan ceramah nampaknya sekarang kurang diminati oleh baik kader maupun calon kader tentunya. Hal ini dikarenakan kultur yang semakin berubah juga.
Maka perlu di dipertegas masalah keislaman para kader HMI MPO, saat ini sebagai kader tentu harus tahu dan mampu menjawab segala pertanyaan yang mungkin tidak kita fikirkan. Seperti halnya:
a.       Memahami hakikat islam secara khaffah?
b.      apa itu insan ulil albab?
c.       Individu yang mu’abbid, mujahid, mujtahid, dan mujaddid?.

2.        Ke HMI an
Sebagai kader HMI MPO tentu masalah ke HMI an harus sudah dluar kepala, Organisasi dapat dikenali dengan berbagai cara, antara lain; melalui atribut-atribut organisasi, jargon-jargon gerakan, out put organisasi berupa karya dan kader-kadernya. Mengidentifikasi HMI dengan hal-hal tersebut dipandang amat sederhana, karena terbukti bahwa kesemuanya tak mampu mewakili kedalaman cita pejuangan HMI, memberi inspirasi bagi keberlanjutan perjuangan, apalagi jika dikaitkan dengan upaya untuk mempertahankan daya juang kader sepanjang hayat.
Diperlukan satu konsep yang menggambarkan semangat ideologis kader HMI yang dapat menjawab kebutuhan tentang pentingnya daya tahan setiap kader dalam mengawal cita-cita perjuangannya. Hal ini diyakini lebih memiliki keunggulan dibandingkan sekadar atribut, simbol, jargon, ataupun klaim terhadap alumni dan kader yang “sukses” di bidang tertentu. Artinya, HMI belum dapat digambarkan dengan mengedepankan hal-hal tersebut.
Khittah Perjuangan HMI merupakan dokumen yang menggambarkan konsepsi ideologis sebagai upaya kader memberi penjelasan tentang cara pandang HMI mengenai semesta eksistensi yang wajib diakui, kebenaran yang wajib diperjuangkan, jalan hidup yang wajib dijunjung tinggi, cita-cita yang perlu diraih, dan nilai-nilai yang mengikat atau menjiwai kehidupannya secara individual maupun sosial. Khittah Perjuangan merupakan paradigma gerakan atau manhaj yang merupakan penjelasan utuh tentang pilihan ideologis, yaitu prinsip-prinsip penting dan nilai-nilai yang dianut oleh HMI sebagai tafsir utuh antara azas, tujuan, usaha dan independensi HMI.
3.        Ke Ilmu an
HMI MPO harus bangun dari ‘tidur’ yang cukup lama dijalaninya. Organisasi ini harus membangun kesadaran untuk merespons masa depan. Bukan justru merespons masa lalu yang selama ini masih tampak dilakukan. Jika tidak membangun kesadaran tersebut, dikhawatirkan HMI MPO akan menjadi penonton dan bukan menjadi pemain utama dalam gerak perubahan bangsa.
Nuansa itu terasa. Padahal tantangan sekarang berbeda. Tapi, teman-teman masih merespons masa lalu. perlu ada keseriusan untuk memecahkan masalah ini di internal HMI MPO.
Perkaderan HMI MPO sekarang harus bisa mendesain agar sepuluh sampai dua puluh tahun ke depan melahirkan orang-orang yang mampu memainkan peran utama dalam perubahan. Tema-tema diskusi dan kegiatan di HMI MPO juga harus bisa memikirkan ini dan jangan terjebak seperti tema-tema ketika periode perlawanan terhadap Orde Baru. “Di masa depan, kompetisi kader HMI bukanlah anak-anak GMNI, KAMMI, PMII atau teman -teman di perguruan tinggi dalam negeri, bahkan kader HMI Dipo. Tapi, ribuan anak-anak muda Indonesia yang sekarang ini sedang menuntut ilmu di luar negeri.
Sekarang ini ada 29.000 anak muda Indonesia yang sedang kuliah di Australia. Belum lagi ribuan orang yang mengambil studi di Amerika dan negara-negara luar lainya. Anak-anak muda inilah ke depan yang diprediksi akan mengambil peran dalam proses perubahan Indonesia. “Mereka memiliki perangkat ilmu dan kekuatan network internasional yang lebih bagus.
Lulusan-lulusan luar negeri ini, mereka menyiapkan diri tidak hanya untuk mengisi ruang di state (pemerintahan). Tapi juga di market (pasar) yang belum banyak anak muda berminat untuk mengisi wilayah ini. Perkaderan HMI mestinya sekarang juga mendesain orang-orang untuk menjadi pemain utama di pasar. Jangan hanya fokus untuk mengisi state dan civil society seperti di masa lalu.
Di HMI MPO, dikhawatirkan ketika aktivis itu hanya menjadi label semata. Namun, tidak diikuti dengan kapasitas yang harusnya dimiliki sebagai aktivis sesungguhnya. “Sederhana, misalnya ketika kader HMI MPO ditanya kemampuan bahasa Inggrisnya, tumbang mereka. Bagaimana ini, padahal itu kemampuan dasar yang harus dimiliki,” ujarnya. Kalau kader-kader HMI MPO sekarang tidak bisa membaca masa depan dan mempersiapkan diri untuk kemajuan bangsa.
Makaperlu adanya perubahan mainset setiapkader HMI MPO, setiap kader hmi harus melihatkan identitas kadernya seperti motto “baca, diskusi, aksi” .
Wasslam,,




EmoticonEmoticon