Mizan Musthofa |
Hiruk
pikuk kota metropolitan seakan tidak pernah berhenti. Kota yang jumlah
penduduknya cukup besar ini membuat para penguasa dan juga pengusaha selalu
mengintip dari balik jendela untuk dapat menanamkan saham, investasi dan
sebagainya di kota ini. Jalanan yang semakin macet membuat sesak dada ini,
pohon-pohon pun sudah mulai hilang berganti dengan batu-bata yang menjulang
tinggi. Yah beginilah kota kami yang konon katanya punya cita-cita madani. Jika
malam tiba banyak gerombolan anak muda, yang menghabiskan malamnya di pinggir
jalan sambil menikmati keindahan kota, ada pula yang duduk diskusi atau hanya
sekedar bercerita ria, dan tidak sedikit yang bercinta membuat butir-butir
dosa. Tapi entahlah semua itu bagian dari dinamika kota. Mungkin...!
Iya
“KOPI” begitulah orang menyebutnya, dengan segelas kopi dan sebatang gulungan
tembakau itu, mereka tidak pernah kehabisan cerita inspirasi serta imajinasi
untuk dunia. Namun ada yang berbeda tentang kopi di kota ini, kopi yang begitu
pahit terasa tanpa gula jika kami meneguknya lekat dilidah pahitnya kopi ini
tidak hilang dalam dua hari. Yaitu kopi Bang Kadir.
Betul
!! Bang Kadir adalah senior kami, beliau adalah salah satu orang yang selalu
konsisten dengan sikapnya, susah sekali menemui orang seperti bang Kadir di
zaman sekarang ini, apalagi di kota yang Hedonism ini. Mungkin satu-satunya
orang idealis diantara banyaknya tokoh yang pragmatis. Iya bang Kadir sapaan
akrabnya selalu memberikan kami motivasi, wejangan, agar kami tetap menjadi
manusia yang baik diantara yang baik.
Pada
suatu saat saya dan beberapa teman saya pergi silaturahim di rumah bang kadir,
malam itu jam menunjukkan pukul 23:00 kami pun tiba di rumahnya, ketika pintu
dibuka sudah terasa semerbak harumnya kopi hangat khas Bang kadir. Sambil
kuacungkan tangan untuk memberikan salam pada bang Kadir, beliau bertanya “apa
kabar Bung” bang kadir selalu memanggil kami dengan sapaan bung, kalau tidak
bung biasanya diganti dengan kata “Boss”. Dengan tersenyum saya menjawab
“alhamdulillah baik selalu bang”. Sambil duduk dan menyeruput segelas kopinya,
serta menghidupkan sebatang rokok Bang Kadir mulai bercerita. Hai.. bung ini
zaman sudah bener-bener gila, kita sudah tidak lagi tau mana yang benar-dan
mana yang salah, tak tau mana kawan dan mana lawan, gila gak itu!! Coba
bayangkan dulu, dia (menyebutkan salah satu pejabat negeri ini) dulu
abang-abang sama saya, sekarang saya ditikamnya dari belakang memang
bener-bener gila itu orang. Giliran dia punya masalah awak yang dipanggil,
tapi.. giliran bagi-bagi duit awak tak dipanggilnya, tapi gak apa bung itu duit
haram bung. Kalau pun dipanggil saya gak juga mau bung!!.
Sambil
mengepulkan asap dari mulutya bang Kadir menlanjutkan cerita, Pilkada
(pemilihan kepala daerah) nanti ini bung, banyak yang akan mencalonkan diri
dari golongan antu (hantu, dedemit atau sejenisnya). Apa enggak antu bung si A
itu apa yang selama ini diperbuat untuk negeri ini? Yang ada hanya membuat
masyarakatnya miskin, sedangkan si B itu antu laut bung kerjaannya hanya
perempuan saja, disini ditnggalkannya perempuan, disana juga ditinggalkannya
perempuan. Dalam cerita tersebut saya coba mengomentari “kenapa tidak abang aja
yang maju? Kami yakin abang masih peduli dengan daerah ini? Dan pastinya abang
tiidak seperti mereka yang abang sebutkan tadi”. Bukan begitu bung saya ini
kalah dengan duit mereka. Udahlah tugas
kalian sekarang itu baca buku sebanyak-banyaknya supaya kalian tidak tersesat
seperti mereka, Bang Kadir mencoba menasehati kami. Kalian mau jadi hantu apa,
kalau kalian ikuti mereka? Haha.
Disela-sela
tawa Bang Kadir, salah satu di antara kami bertanya “Bang, kira-kira siapa yang
baik diantara mereka itu, Bang?” hei bung kamu pernah lihat hantu nggak? Ada
yang baik gak hantu itu, mana ada yang baik hantu itu, timpal Bang Kadir, jika
kamu masih bertanya mana yang baik diantara hantu-hantu itu, sesat kamu ini,
hehe. Sambung teman saya “tapi bang setidaknya ada bisa dipilihlah bang? “Tidak
ada,” spontan bang kadir.
Tanpa
terasa jam dinding pun menunjukkan pukul 03:00 dini hari, rasa ngantuk pun
mulai tiba, Kopi pahit ala bang kadir seakan tak mampu membendung rasa kantuk
ini, dan kami pun cukupkan sampai disini cerita malam itu, saya bersama
teman-teman meminta izin untuk pulang ke kos masing-masing. Malam itu kami
mendapatkan pesan sederhana sekali dari bang kadir yakni belajar dengan baik
agar tidak tersesat dan membaca buku sebanyak-banyaknya.
Hari
demi hari saya lewati dengan mencoba membuka lembar demi lembar buku untuk dibaca
sesuai dengan pesan Bang Kadir tempo hari. Sebagai mahasiswa tentunya diskusi
menjadi bagian dari aktifitas mahasiswa dengan sedikit memotifasi teman-teman
yang lain untuk kembali ke buku. Hingga sampai saat ini saya masih mengingat
pesan Bang Kadir untuki terus membaca, saya yakin tidak akan rugi jika kita
meluangkan waktu untuk membaca, yang pastinya akan bermanfaat bagi diri kitq
dan orang lain. Karena membaca adalah membuka jendela dunia. Begitulah
kata-kata motivasi para tokoh dunia.
Itu
sebabnya bang kadir tidak pernah lupa dengan kopi dan rokok yang selalu menjadi
teman beliau dalam memberi ocehan pada juniornya. Hingga aku harus ikut menjadi
penikmat kopi (ketika otak perlu inspirasi). Bagi ku kopi dan buku adalah teman
sejati yang selalu menjadi penghangat sekaligus penyemangat hidup ini. Jika
para pemuda dan mahasiswa lainnya sibuk waktunya dengan pacar dan kampusnya
maka saya sibuk dengan kopi rokok dan beberapa buku-buku sebagai teman sejati. Bahkan
jika bertemu dengan teman-teman hal yang paling ditanyakan pertama adalah kopi,
sebagai bentuk kopi adalah bagian dari inspirasi.
Begitulah
cara Bang Kadir mengajari hidup kami lewat kopi dan rokoknya, rasa pahit kopi
bagian dari proses realita kehidupan ini yang selamanya tidak akan manis, dan
asap rokok yang selalu mengepul diudara menjadikan Bang Kadir sebagai inspirasi
bagi sesama. Setidaknya berawal dari Kopi dan rokok menjadi inspirasi hidup
ini, bukan karena rasa pahitnya dan juga hitam lekatnya kopi tapi, tapi proses
percampuran semuanya yang menjadi kita lebbih berarti. Bukan pula karena
nikotin yang membuat kita alergi, tapi kebersamaan yang menjadikan kita peduli
dan terus belajar diskusi memecahkan persoalan negeri ini.
Sekian.
1 comments
beri komentarmu disini
EmoticonEmoticon