Jumat, 27 November 2015

Kader HMI MPO Menatap Masa Depan Bangsa

HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)  merupakan organisasi kemahasiswaan yang cukup lama di dirikan oleh seorang mahsiswa bernama Lafran Pane. Pada tanggal Rabu Pon 14 Rabiul Awal 1366 H atau bertepatan 5 Febuari 1947 M di salah satu Ruang  kelas Sekolah Tinggi Islam (sekarang UII), Jogjakarta. Sejak berdirinya, HMI merupakan organisasi independen yang berbasis kemahasiswaan, yang mengutamakan kebebasan berfikir dan bertindak sesuai dengan hati nurani. Komitmen pada garis perjuangan Islam dalam bingkai keindonesiaan merupakan satu ciri idealisme yang selalu dipegang teguh oleh setiap kader HMI. Hal ini tercantum dalam tujuan awal HMI itu sendiri, yakni;

Pertama Mempertahankan Negara Kesatuan republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat indonesia
Kedua Menegakkan dan mengembangkan Agama Islam.
Ada beberapa fase HMI yang menjadi cacatan sejarah perjalanannya di indonesia, salah satunya pada era 60-an Di Era tahun 60 an HMI merupakan musuh utama yang harus dilenyapkan setelah Masyumi, sebab golongan agama, dalam doktrin komunis, adalah kelompok yang kontra Revolusi. PKI menuduh Masyumi (dan juga HMI) sebagai antek-anteknya amerika yang berusaha menanamkan paham kapitalisme dan liberalisme bagi bangsa Indonesia. Tidak ada jalan lain bagi PKI, jika ingin menguasai Indonesia yang harus di hancurkan adalah kekuatan-kekuatan kaum beragama yaitu Masyumi dan juga HMI. Kekukuhan HMI dalam membela islam dan keterlibatannya dalam aksi pembasmian pemberontak PKI di madiun bersama militer, cukup menjadi stimulus bagi PKI, oleh karena itu permusuhan antara HMI dan PKI/CGMI semakin menjadi setelah Nasakom diberlakukan oleh presiden Soekarno, dan HMI adalah organisasi yang menentang Nasakom. Terhitung dari Tahun 1964 aksi penggayangan HMI dengan berbagai tuduhan di lakukan oleh PKI lewat koran, majalah, aksi massa, dan forum-forum ilmiah bahkan menggunakan institusi perguruan tinggi untuk melarang aktifitas HMI. Sampai pada terbentuknya KAMI (kesatuan aksi mahasiswa indonesia) dan menghasilkan TRITURA (tiga tuntutan rakyat) diantaranya adalah Bubarkan PKI, Retooling Kabinet, dan Turunkan Harga.
di Era awal 80 an ini, merupakan era Masjid Kampus. Dan di era ini lah pergolakan besar bagi internal HMI. Ketakutan pemerintah pada masa itu, dan HMI merupakan ancaman bagi langgengnya orde baru. Hal ini dibuktikan dengan presiden Soeharto untuk mengantisipasi dan mengontrol kehidupan para kaum beragama, maka presiden mengeluarkan UU keormasan No 8 tahun 1985. Dalam rancangan Undang-undang ini disebutkan adanya kewajiban bagi setiap organisasi massa untuk memakai atau mencantumkan Pancasila sebagai Asaz organisasi (ideologi Organisasi). Hal ini jelas bertentangan dengan semangat kebhinekaan yang menjadi Ruh Pancasila itu sendiri. Dan akan menjadi hilangnya kebebasan warga negara untuk berbeda.
Walaupun demikian, kekuatan kekuasaan orde baru menjadikan organisasi massa seperti Muhammadiyah, NU, dan lain-lainya tidak bisa berbuat banyak, berbondong-bondong mereka merubah AD/ART mereka menjadi berasazkan Pancasila. HMI merupakan organisasi besar dan sangat berpengaruh pada masa itu menjadi sasaran , pemerintah menginginkan HMI menjadi pelopor dalam mendukung terlaksananya UU tersebut, maka disusunlah strategi untuk membujuk beberapa fungsionaris HMI untuk merubah Asaz Islam menjadi Pancasila lewat para Alumni pada masa itu. Hingga pada ahir mei 1983 kongres HMI tetap menjadikan Islam sebagai asaz organisasi, dan secara tegas menolak Asaz tunggal Pancasila. Namun pada Sidang Majelis Pekerja Kongres (MPK) II dan rapat pleno PB HMI pada tanggal 1-7 april di ciloto Puncak-Bogor PB HMI secara sepihak mengubah asaz Islam menjadi Pancasila. Reaksi keras pun mengalir dari cabang-cabang di daerah menolak keputusan PB HMI. Bahkan sampai pada pembekuan beberapa cabang yang membangkang keputusan PB HMI dan mengganti dengan cabang transitif yang pengurusnya di ambil dari pengurus besar HMI itu sendiri.
Menjelang diselenggarakannya Kongres XVI di padang Sumatera barat, dijadikan forum untuk melegitimasi perubahan asaz oleh PB HMI. Dengan demikian tak akan ada lagi cabang-cabang yang menolaknya, namun disisi lain cabang-cabang yang menolak kebijakan dan keputusan tersebut mmbentuk forum yang bernama Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) yang pada mulanya forum ini digunakan untuk berdialog dengan pengurus besar HMI dan MPK mengenai perubahan asaz dalam kongres yang direncanakan oleh PB HMI. Namun tanggapan PB HMI terkesan meremehkan, sehingga pada ahirnya melakukan demonstrasi di depan kantor PB HMI Jakarta. Dalam demonstrasi tersebut PB HMI malah menanggapi dengan mengundang kekuatan militer untuk menghalau MPO, dan beberapa kader HMI ditangkap dengan alasan subversive. Dengan diwarnai kekacauan oleh dua kubu yang saling bertentangan, maka kongres ke XVI menjadi catatan sejarah terpecahnya HMI menjadi dua bagian yakni HMI Dipo dan HMI MPO. Dan massa pendukung MPO pulang dengan kekecewaan yang mendalam, dan kemudian barisan ini menyelenggarakan kongres di Jogjakarta.
Walaupun terkesan illegal dan sangat diharamkan bagi pemerintah karena dianggap membangkang dan anti pancasila, meskipun demikian kongres tetap diselenggarakan dengan membuat pengumuman bahwa kongres akan dilaksanakan di kaliurang, namun pada kenyataannya kongres dilaksanakan di sebuah desa gunung kidul, dan berhasil mengecoh aparat. Saat aparat tahu bahwa kongres di alihkan maka aparat pun mengejar. Pada ahirnya kongrespun selesai dan sudah berdiri “HMI Perjuangan” yang tetap konsisten mempertahankan Islam sebagai ideologi dan kemudian disebut dengan HMI-MPO.
HMI-MPO lahir sebagai sosok anak haram diatas Orde Baru dengan hegemoni kekuasaan militer pada masa itu HMI MPO tampil sebagai bintang yang berani berteriak lantang melawan kekuasaan. Walau harus berjuang dibawah tanah demi mempertahankan idealismedan eksistensinya, hingga di kenal sebagai organisasi yang fundamentalis.

Dengan empat alasan inilah HMI-MPO berdiri:
Pertama Alasan Ideologis              
Dimana Islam sebagai agama yang paripurna, selain memiliki system aqidah yang kokoh dan bersih, memiliki system muamalah mulai dari keluarga, social, pilitik, budaya, hukum, dan militer tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah islam.
Kedua Alasan Latar Belakang Historis
Semangat perjuangan bangsa melawan penjajah banyak dilakukan oleh tokoh-tokoh islam, serta munculnya pancasila sebagai dasar Negara merupakan kompromi tertinggi umat islam demi kepentingan bangsanya.
Ketiga Alasan Latar Belakang Konstitusional
Piagam Jakarta yang berbunyi .. “kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya”, menjiwai pembukaan UUD 1945 yang kemudian dijabarkan kedalam pasal 29 bahwa secara konstitusional Negara membiarkan dan melindungi pelaksanaan syariat islam termasuk penggunaan asaz islam dalam sebuah organisasi islam. Itu artinya asaz tunggal bertentangan dengan pancasila itu sendiri .
Keempat Alasan Latar Belakang Operasional
Dimana keputusan hanya diambil oleh segelintir orang saja, dan diputuskan bukan diforum kongres.
Besarnya HMI MPO saat ini tidak akan menjamin kesuksesan dan kegemilangannya seperti saat ini sesuai dengan harapan para kadernya, dinamika dan rintangan akan terus ada didalam tubuh HMI MPO. Tinggal bagaimana setiap generasi menyikapinya agar tetap HMI MPO tetap terjaga konsistensinya mengawal bangsa dan memberikan kontribusi nyata untuk indonesia.
Tantangan terbesar bagi kader HMI MPO bukanlah anak-anak GMNI, KAMMI, PMII atau teman-teman perguruan tinggi lainnya, melainkan ribuan anak muda indonesia yang sekarang ini sedang menuntut ilmu di luar negeri. Ada puluhan ribu anak muda indonesia yang kuliah di australia, belum lagi ribuan yang mengambil study di amerika, anak-anak inilah yang diprediksi akan mengambil kepemimpinan negeri ini.
Disinilah peran setiap kader HMI MPO untuk andil dalam tonggak kepemimpinan bangsa nanti dan tentunya sebagai kader HMI MPO harus mampu bersaing terhadap mereka. memperbaiki tatanan masyarakat indonesia dimulai dari Himpunan ini maka akan lahir sebuah generasi baru yang mampu menjadikan bangsa indonesia menjadi bangsa yang berdaulat, adil, dan makmur.
Perhelatan Kongres HMI MPO ke 30 di Tanggerang telah berlalu sejak dimulainya pada tanggal 12 November 2015 lalu, dinamika kongres bukan hanya momentum untuk pergantian ketua umum PB HMI MPO melainkan melahirkan gagasan-gagasan baru untuk bangsa yang tercinta ini. Tema yang diangkat kali ini cukup relevan dengan kekinian bangsa indonesia saat ini, yakni “HMI Untuk NKRI Berdaulat”
Ada tiga point penting dari hasil kongres HMI MPO ke 30 di Tanggerang:
Pertama, kata berdaulat sebenarnya tertuang pada UUD 1945 pada alenia kedua dan ke empat, “dan perjuangan pergerakan kemerdekaan indonesia, telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan indonesia, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Disambung alenia keempat “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila.
bagi HMI MPO kedaulatan dianggap sangat urgent, keharusan bagi pemimpin negeri ini untuk mewujudkan kedaulatan bangsa indonesia. kedaulatan merupakan syarat utama kemandirian bangsa, kedaulatan pada aspek ekonomi, politik, dan budaya. Pada aspek ekonomi kedaulatan diwujudkan dengan mendorong penguatan ekonomi dalam negeri, khususnya ekonomi mikro. Pada aspek politik, bentuknya adalah mendorong kebijakan politik pro-rakyat, bukan malah menguntungkan segelintir elit, mendorong pemerintah agar keluar dari tekanan politik negara adidaya, dalam dimensi budaya, menghidupkan kembali kearifan lokal sebagai ciri khas budaya Indonesia, di sisi lain, mendorong seluruh elemen masyarakat untuk meredam agresifitas budaya global yang berpotensi mengikis budaya lokal kita.
Kedua menjadikan HMI sebagai kader unggulan bangsa, hal tersebut sangat realistis dan sangat rasional, dimana HMI MPO punya modal besar baik secara keilmuan, akademik, dan secara jaringan, baik nasional maupun internasional, serta memiliki kultur gerakan yang independen. Disamping keberagaman tersebut HMI secara nasional telah memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
Keramahan organisasi HMI juga merupakan bukti bahwa HMI sepanjang sejarah berjalannya memiliki kearifan tersendiri dalam memberikan wacana kebangsaan, yang selalu mengedepankan intelektualitas sebagai kaum terdidik dan islami.
Ketiga mejadikan islam sebagai agama rahmatal lil’alamin. Allah berfirman dalam Qalamnya, Wama arsalnaka illa rahmatal lil;alamin “dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. Islam melarang manusia untuk berbuat semena-mena denggan mahluk lainnya, itu menandakakehidupan islam begitu indah, apalagi sesama manusia.
Indonesia adalah bangsa yang mayoritas penduduknya muslim dan terbesar didunia, melihat keterangan diatas seharusnya indonesia menjadi negara yang indah, damai, dan beradab, dan menjadi suri tauladan bagi bangsa-bangsa lain Bukan malah sebaliknya, memberikan contoh negatif. Secara kultural indonesia juga memiliki keberagaman budaya hal ini harus menjadi dasar bagi HMI untuk memberikan stigma positif sekaligus memperlihatkan kedamaian diantara masyarakat sebagai bukti islam sebagai agama yang toleran dan kekinian.
Wallahu a’lam bis showab.

penulis: Mizan Musthofa
mizaneducation.blogspot.com





EmoticonEmoticon