HMI (Himpunan Mahasiswa
Islam) merupakan organisasi kemahasiswaan yang cukup lama di dirikan oleh
seorang mahsiswa bernama Lafran Pane. Pada tanggal Rabu Pon 14 Rabiul Awal 1366
H atau bertepatan 5 Febuari 1947 M di salah satu Ruang kelas Sekolah
Tinggi Islam (sekarang UII), Jogjakarta. Sejak berdirinya, HMI merupakan
organisasi independen yang berbasis kemahasiswaan, yang mengutamakan kebebasan
berfikir dan bertindak sesuai dengan hati nurani. Komitmen pada garis
perjuangan Islam dalam bingkai keindonesiaan merupakan satu ciri idealisme yang
selalu dipegang teguh oleh setiap kader HMI. Hal ini tercantum dalam tujuan
awal HMI itu sendiri, yakni;
Pertama Mempertahankan Negara Kesatuan republik Indonesia dan
mempertinggi derajat rakyat indonesia
Kedua Menegakkan dan mengembangkan Agama Islam.
Ada beberapa fase HMI
yang menjadi cacatan sejarah perjalanannya di indonesia, salah satunya pada era
60-an Di Era tahun 60 an HMI merupakan musuh utama yang harus dilenyapkan setelah
Masyumi, sebab golongan agama, dalam doktrin komunis, adalah kelompok yang
kontra Revolusi. PKI menuduh Masyumi (dan juga HMI) sebagai antek-anteknya
amerika yang berusaha menanamkan paham kapitalisme dan liberalisme bagi bangsa
Indonesia. Tidak ada jalan lain bagi PKI, jika ingin menguasai Indonesia yang
harus di hancurkan adalah kekuatan-kekuatan kaum beragama yaitu Masyumi dan
juga HMI. Kekukuhan HMI dalam membela islam dan keterlibatannya dalam aksi
pembasmian pemberontak PKI di madiun bersama militer, cukup menjadi stimulus
bagi PKI, oleh karena itu permusuhan antara HMI dan PKI/CGMI semakin menjadi
setelah Nasakom diberlakukan oleh presiden Soekarno, dan HMI adalah organisasi
yang menentang Nasakom. Terhitung dari Tahun 1964 aksi penggayangan HMI dengan
berbagai tuduhan di lakukan oleh PKI lewat koran, majalah, aksi massa, dan
forum-forum ilmiah bahkan menggunakan institusi perguruan tinggi untuk melarang
aktifitas HMI. Sampai pada terbentuknya KAMI (kesatuan aksi mahasiswa
indonesia) dan menghasilkan TRITURA (tiga tuntutan rakyat) diantaranya adalah
Bubarkan PKI, Retooling Kabinet, dan Turunkan Harga.
di Era awal 80 an ini,
merupakan era Masjid Kampus. Dan di era ini lah pergolakan besar bagi internal
HMI. Ketakutan pemerintah pada masa itu, dan HMI merupakan ancaman bagi
langgengnya orde baru. Hal ini dibuktikan dengan presiden Soeharto untuk
mengantisipasi dan mengontrol kehidupan para kaum beragama, maka presiden
mengeluarkan UU keormasan No 8 tahun 1985. Dalam rancangan Undang-undang ini
disebutkan adanya kewajiban bagi setiap organisasi massa untuk memakai atau
mencantumkan Pancasila sebagai Asaz organisasi (ideologi Organisasi). Hal ini
jelas bertentangan dengan semangat kebhinekaan yang menjadi Ruh Pancasila itu
sendiri. Dan akan menjadi hilangnya kebebasan warga negara untuk berbeda.
Walaupun demikian,
kekuatan kekuasaan orde baru menjadikan organisasi massa seperti Muhammadiyah,
NU, dan lain-lainya tidak bisa berbuat banyak, berbondong-bondong mereka
merubah AD/ART mereka menjadi berasazkan Pancasila. HMI merupakan organisasi
besar dan sangat berpengaruh pada masa itu menjadi sasaran , pemerintah
menginginkan HMI menjadi pelopor dalam mendukung terlaksananya UU tersebut,
maka disusunlah strategi untuk membujuk beberapa fungsionaris HMI untuk merubah
Asaz Islam menjadi Pancasila lewat para Alumni pada masa itu. Hingga pada ahir
mei 1983 kongres HMI tetap menjadikan Islam sebagai asaz organisasi, dan secara
tegas menolak Asaz tunggal Pancasila. Namun pada Sidang Majelis Pekerja Kongres
(MPK) II dan rapat pleno PB HMI pada tanggal 1-7 april di ciloto Puncak-Bogor
PB HMI secara sepihak mengubah asaz Islam menjadi Pancasila. Reaksi keras pun
mengalir dari cabang-cabang di daerah menolak keputusan PB HMI. Bahkan sampai
pada pembekuan beberapa cabang yang membangkang keputusan PB HMI dan mengganti
dengan cabang transitif yang pengurusnya di ambil dari pengurus besar HMI itu
sendiri.
Menjelang
diselenggarakannya Kongres XVI di padang Sumatera barat, dijadikan forum untuk
melegitimasi perubahan asaz oleh PB HMI. Dengan demikian tak akan ada lagi
cabang-cabang yang menolaknya, namun disisi lain cabang-cabang yang menolak
kebijakan dan keputusan tersebut mmbentuk forum yang bernama Majelis Penyelamat
Organisasi (MPO) yang pada mulanya forum ini digunakan untuk berdialog dengan
pengurus besar HMI dan MPK mengenai perubahan asaz dalam kongres yang
direncanakan oleh PB HMI. Namun tanggapan PB HMI terkesan meremehkan, sehingga
pada ahirnya melakukan demonstrasi di depan kantor PB HMI Jakarta. Dalam
demonstrasi tersebut PB HMI malah menanggapi dengan mengundang kekuatan militer
untuk menghalau MPO, dan beberapa kader HMI ditangkap dengan alasan subversive.
Dengan diwarnai kekacauan oleh dua kubu yang saling bertentangan, maka kongres
ke XVI menjadi catatan sejarah terpecahnya HMI menjadi dua bagian yakni HMI
Dipo dan HMI MPO. Dan massa pendukung MPO pulang dengan kekecewaan yang
mendalam, dan kemudian barisan ini menyelenggarakan kongres di Jogjakarta.
Walaupun terkesan
illegal dan sangat diharamkan bagi pemerintah karena dianggap membangkang dan
anti pancasila, meskipun demikian kongres tetap diselenggarakan dengan membuat
pengumuman bahwa kongres akan dilaksanakan di kaliurang, namun pada
kenyataannya kongres dilaksanakan di sebuah desa gunung kidul, dan berhasil mengecoh
aparat. Saat aparat tahu bahwa kongres di alihkan maka aparat pun mengejar.
Pada ahirnya kongrespun selesai dan sudah berdiri “HMI Perjuangan” yang tetap
konsisten mempertahankan Islam sebagai ideologi dan kemudian disebut dengan
HMI-MPO.
HMI-MPO lahir sebagai
sosok anak haram diatas Orde Baru dengan hegemoni kekuasaan militer pada masa
itu HMI MPO tampil sebagai bintang yang berani berteriak lantang melawan
kekuasaan. Walau harus berjuang dibawah tanah demi mempertahankan idealismedan
eksistensinya, hingga di kenal sebagai organisasi yang fundamentalis.
Dengan empat alasan
inilah HMI-MPO berdiri:
Pertama Alasan Ideologis
Dimana Islam sebagai
agama yang paripurna, selain memiliki system aqidah yang kokoh dan bersih,
memiliki system muamalah mulai dari keluarga, social, pilitik, budaya, hukum,
dan militer tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah islam.
Kedua Alasan Latar Belakang Historis
Semangat perjuangan
bangsa melawan penjajah banyak dilakukan oleh tokoh-tokoh islam, serta
munculnya pancasila sebagai dasar Negara merupakan kompromi tertinggi umat
islam demi kepentingan bangsanya.
Ketiga Alasan Latar Belakang Konstitusional
Piagam Jakarta yang
berbunyi .. “kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya”, menjiwai
pembukaan UUD 1945 yang kemudian dijabarkan kedalam pasal 29 bahwa secara
konstitusional Negara membiarkan dan melindungi pelaksanaan syariat islam
termasuk penggunaan asaz islam dalam sebuah organisasi islam. Itu artinya asaz
tunggal bertentangan dengan pancasila itu sendiri .
Keempat Alasan Latar Belakang Operasional
Dimana keputusan hanya
diambil oleh segelintir orang saja, dan diputuskan bukan diforum kongres.
Besarnya HMI MPO saat
ini tidak akan menjamin kesuksesan dan kegemilangannya seperti saat ini sesuai
dengan harapan para kadernya, dinamika dan rintangan akan terus ada didalam
tubuh HMI MPO. Tinggal bagaimana setiap generasi menyikapinya agar tetap HMI
MPO tetap terjaga konsistensinya mengawal bangsa dan memberikan kontribusi
nyata untuk indonesia.
Tantangan terbesar bagi
kader HMI MPO bukanlah anak-anak GMNI, KAMMI, PMII atau teman-teman perguruan
tinggi lainnya, melainkan ribuan anak muda indonesia yang sekarang ini sedang
menuntut ilmu di luar negeri. Ada puluhan ribu anak muda indonesia yang kuliah
di australia, belum lagi ribuan yang mengambil study di amerika, anak-anak
inilah yang diprediksi akan mengambil kepemimpinan negeri ini.
Disinilah peran setiap
kader HMI MPO untuk andil dalam tonggak kepemimpinan bangsa nanti dan tentunya
sebagai kader HMI MPO harus mampu bersaing terhadap mereka. memperbaiki tatanan
masyarakat indonesia dimulai dari Himpunan ini maka akan lahir sebuah generasi
baru yang mampu menjadikan bangsa indonesia menjadi bangsa yang berdaulat,
adil, dan makmur.
Perhelatan Kongres HMI
MPO ke 30 di Tanggerang telah berlalu sejak dimulainya pada tanggal 12 November
2015 lalu, dinamika kongres bukan hanya momentum untuk pergantian ketua umum PB
HMI MPO melainkan melahirkan gagasan-gagasan baru untuk bangsa yang tercinta
ini. Tema yang diangkat kali ini cukup relevan dengan kekinian bangsa indonesia
saat ini, yakni “HMI Untuk NKRI Berdaulat”
Ada tiga point penting
dari hasil kongres HMI MPO ke 30 di Tanggerang:
Pertama, kata berdaulat sebenarnya tertuang pada UUD 1945 pada alenia
kedua dan ke empat, “dan perjuangan
pergerakan kemerdekaan indonesia, telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat indonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan indonesia, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Disambung
alenia keempat “Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
Pancasila.
bagi
HMI MPO kedaulatan dianggap sangat urgent, keharusan bagi pemimpin negeri ini
untuk mewujudkan kedaulatan bangsa indonesia. kedaulatan merupakan syarat utama
kemandirian bangsa, kedaulatan pada aspek ekonomi, politik, dan budaya. Pada
aspek ekonomi kedaulatan diwujudkan dengan mendorong penguatan ekonomi dalam
negeri, khususnya ekonomi mikro. Pada aspek politik, bentuknya adalah mendorong
kebijakan politik pro-rakyat, bukan malah menguntungkan segelintir elit,
mendorong pemerintah agar keluar dari tekanan politik negara adidaya, dalam
dimensi budaya, menghidupkan kembali kearifan lokal sebagai ciri khas budaya
Indonesia, di sisi lain, mendorong seluruh elemen masyarakat untuk meredam
agresifitas budaya global yang berpotensi mengikis budaya lokal kita.
Kedua menjadikan HMI
sebagai kader unggulan bangsa, hal tersebut sangat realistis dan sangat
rasional, dimana HMI MPO punya modal besar baik secara keilmuan, akademik, dan
secara jaringan, baik nasional maupun internasional, serta memiliki kultur
gerakan yang independen. Disamping keberagaman tersebut HMI secara nasional
telah memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
Keramahan
organisasi HMI juga merupakan bukti bahwa HMI sepanjang sejarah berjalannya
memiliki kearifan tersendiri dalam memberikan wacana kebangsaan, yang selalu
mengedepankan intelektualitas sebagai kaum terdidik dan islami.
Ketiga mejadikan islam
sebagai agama rahmatal lil’alamin. Allah berfirman dalam Qalamnya, Wama arsalnaka
illa rahmatal lil;alamin “dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. Islam melarang manusia untuk berbuat
semena-mena denggan mahluk lainnya, itu menandakakehidupan islam begitu indah,
apalagi sesama manusia.
Indonesia
adalah bangsa yang mayoritas penduduknya muslim dan terbesar didunia, melihat
keterangan diatas seharusnya indonesia menjadi negara yang indah, damai, dan
beradab, dan menjadi suri tauladan bagi bangsa-bangsa lain Bukan malah
sebaliknya, memberikan contoh negatif. Secara kultural indonesia juga memiliki
keberagaman budaya hal ini harus menjadi dasar bagi HMI untuk memberikan stigma
positif sekaligus memperlihatkan kedamaian diantara masyarakat sebagai bukti
islam sebagai agama yang toleran dan kekinian.
Wallahu
a’lam bis showab.
EmoticonEmoticon