Mizan Musthofa |
Sebelum masuknya islam ke indonesia, mayoritas masyarakat indonesia
menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme merupakan kepercayaan
terhadap roh-roh yang diyakini memiliki kekuatan gaib, sedangkan dinamisme
merupakan kepercayaan terhadap sesuatu benda-benda yang memiliki kekuatan gaib
seperti batu, puhon besar, dan lain-lain. Sejarah mencatat bahwa perkembangan islam
berjalan lewat budaya ditandai dengan keberadaan para wali atau yang disebut
dengan wali songo (sembilan wali). Para wali
menyebarkan islam lewat budaya seperti wayang. Hingga islam tersebar di
wilayah nusantara sumatera, kalimantan, sulawesi papua dan seluruh pelosok
negeri.
di sumatera kususnya di riau
mempunyai banyak tradisi baik itu ritual keagamaan maupun ritual kedaerahan itu
sendiri. Ada sebuah ungkapan yang menarik di riau ”tak lekang oleh pana, tak
lapuk oleh hujan” ungkapan ini mungkin sangat familiar ditelingan kita sebagai
masyarakat melayu, hal inilah yang menandai bahwa masyarakat melayu memiliki
peradaban budaya dan mempunyai adat istiadat yang tinggi. Ungkapan tersebut sangat sederhana namum kaya akan interpretasi yang
dikandungnya, hal tersebut memberikan deskripsi bahwa adat yang terdapat di
daerah kita ini akan selalu eksist dan terus berdiri yang tak akan lapuk
dimakan usia ataupun lusuh ditelan zaman yang semakin hari semakin berkembang.
Mandi Balimau adalah tradisi masyarakat melayu Riau
yang berlangsung turun-temurun. Tradisi balimau ini dilakukan oleh masyarakat
riau ketika menjelang ramadhan dengan tujuan dan maksud mensucikan diri baik
lahir maupun bathin. Hal ini terus dilakukan masyarakat ketika menjelang
ramadhan disungai-sungai yang ada di Riau.
Mandi balimau menurut masyarakat Riau mempunyai makna
yang mendalam, yakni bersuci sehari menjelang ramadhan, baisanya dilakukan
secara bersama-sama baik tua ataupun mudan, pria maupun wanita. Tradisi ini
berlangsung secara turun temurun yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Jika kita pahami lebih jauh, mandi balimau ini
merupakan filosofi pensucian diri ketika memasuki bulan suci ramadhan, dalam
artian membersihkan jiwa raga kita ketika akan berpuasa. Namun pendekatan
budaya masyarakat, sehingga pensucian jiwa dan raga tersebut di tuangkan dalam
bentuk prilaku yang menurut masyarakat bisa membawa diri kita ke arah pensucian
jiwa dan raga yang di sebut dengan balimau. Balimau itu sendiri berasal dari
kata limau (jeruk) nipis yang sangat baik untuk membersihkan noda-noda kotor.
Dengan begitu tradisi balimau ini ada sampai saat ini dengan maksud
membersihkan kotoran yang ada pada tubuh kita.
Jika kita lihat dari kaca mata Islam, Islam sama
sekali tidak pernah mengajarkan ketika memasuki bulan suci ramadhan agar mandi
menyiram sekujur tubuhnya (mirip madi junub),didalam agama islam sebelum
memasuki bulan ramadhan sangat dianjurkan untuk saling mema’afkan satu sama
lainnya, karena ramadhan adalah bulan untuk bertaubat, sementara ampunan Allah
terhalang jika urusan sesama manusia belum diselesaikan, disamping itu, kaum
muslimin dianjurkan untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin secara fisik dan
fisikis, agar memperoleh hasil secara optimal dalam menjalankan ibadah puasa.
Dan bukan dengan mandi balimau kasai yang pada umumnya dilakukan oleh
masyarakat riau.
Dalam al-qur’an dijelaskan bahwa tidak ada dianjurkan mandi
balimau menjelang ramadhan.
“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke
dalam Islam secara keseluruhan,
dan jangan kau mengikuti langkah-langkah syaitan.Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu.” (Q.S. al-Baqarah: 208) atas dasar tersebut maka
jelas mandi balimau bukan ajaran islam, tetapi lebih kepada tradisi masyarakat
itu sendiri. Oleh karena itu masyarakat harus mampu memahami hakikat tujuan dan
maksud mandi balimau. Sehingga tidak mengarah kepada hal-hal yang mengundang
syirik. Lebih baik tradisi tersebut diganti dengan introfeksi diri dan
mempersiapkan diri untuk melakukan ibadah puasa dengan baik.
EmoticonEmoticon