Tugas Mandiri Dosen Pembimbing psikologi Anak Drs. Eniwati chaidir, M.Ag
PENDIDIKAN
DALAM SEKSUALITAS ANAK
Oleh:
MIZAN MUSTHOFA
10913007241
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS TARBIYAH & KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULATAN SYARIF KASIM
RIAU
2010
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, puji syukur kehadirat kita selalu dilimpahkan nikmat kesehatan yang selalu kita rasakan setiap hari,
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat, Amin,amin, amin yarobbal ‘alamin
selanjutnya terima kasih kepada junjunngan alam yang membawa peradaban dari zaman yang begitu sangat memprihatinkan (jahiliayah) yakni nabi agung muhammad sallallahu’alaihi wassalam betapa diharapkan safa’atnya di dihari pembalasan. Dengan senantiasa bersalawat atasnya dengan ucapan Allahumma salli ‘ala sayidina Muhammad.
Terima kasih kepada ibunda tercinta yang melahirkan, dan membesarkan saya, begitu besar pengorbanannya kepada kita semua. Mudah-mudahan beliau diberikan tempat oleh Allah SWT di surga jannatina’im. Kepada ayahanda tersayang kami ucapkan terima kasih, yang berusaha memenuhi kebutuhan keluarga.
Terima kasih kepada para guru-guru yang senantiasa membimbing saya dengan penuh kesabaran dan ulet, mudah-mudahan segala apa yang diberikannya mendapat balasan dari Allah SWT..
Saya menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada kanda dan temen-temen agar dapat mermberi kritikan agar saya bisa lebih baik. Dan dapat menyempurnakan makalah ini dilain waktu
Penulis
Mizan musthofa
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................................ ....... 1
BAB 11 : PEMBAHASAN
A. Yang perlu diperhatikan dalam pendidikan seksualitas anak.................................... 2
B. Mengenalkan empati sejak dini............................................................................... 5
BAB X : PENUTUP
A. Kritik dan Saran .................................................................................................. 6
BAB I
PENDAHULUAN
pendidikan seks diberikan sejak usia dini justru untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada anak mereka. Dalam memberikan pendidikan seks pada anak ada rambu-rambu yang harus diperhatikan, diantaranya adalah penyesuaian materi dengan usia anak
Apa yang anda pikirkan jika ada seorang anak sekolah dasar kedapatan menyimpan beberapa komik dan VCD porno? Pernahkah terpikirkan oleh anda mengapa hal tersebut bisa terjadi? Ini terjadi kemungkinan karena anak tersebut tertutup serta tidak adanya kepercayaan terhadap orang tuanya. Mengapa demikian? Seringkali ketika anak menanyakan sesuatu tentang apa yang ia dengar dan ia lihat dari lingkungannya, dan kita anggap itu sebagai sesuatu yang tabu dan memalukan, dengan serta merta kita membentaknya, memarahinya, dan menyuruhnya untuk tidak menanyakan hal-hal seperti itu lagi.
Sebaiknya, diskusikan masalah ini pada anak dengan tenang. Gunakanlah saat-saat santai, sehingga anak juga tidak merasa malu untuk membicarakannya dengan kita. Akhirnya, anak pun mampu merekam dengan baik hal-hal yang sebenarnya patut untuk mereka ketahui.
Banyak hal yang harus diketahui anak tentang seksualitasnya, dan diperlukan waktu yang bertahap sesuai dengan tingkatan usianya agar mereka paham tentang makna seksualitas seutuhnya. Ada kalanya anak terus menerus mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada kita orang tua, yang sepertinya merasa tidak puas dengan satu atau dua kali jawaban singkat dan sederhana dari kita. Jika ini terjadi, yakinkanlah pada anak bahwa apa yang ia tanyakan belum saatnya untuk dijawab
Secara naluriah anak sudah mengembangkan empati sejak bayi. Awalnya empati yang dimiliki sangat sederhana, yakni empati emosi. Misalnya pada usia 0-1 tahun, bayi bisa menangis hanya karena mendengar bayi lain menangis, barulah di usia 1-2 tahun, anak menyadari kalau kesusahan temannya bukanlah kesusahan yang mesti ditanggung sendiri. Walaupun demikian, rasa empati pada anak harus diasah. Bila dibiarkan rasa empati tersebut sedikit demi sedikit akan terkikis walau tidak sepenuhnya hilang, tergantung dari lingkungan yang membentuknya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pendidikan Seksualitas Anak
Beberapa kalangan tidak menyetujui adanya pendidikan seks diberikan pada anak karena khawatir akan semakin membuat anak ingin tahu dan melakukannya namun ada kalangan yang menyetujui pendidikan seks diberikan sejak usia dini justru untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada anak mereka. Dalam memberikan pendidikan seks pada anak ada rambu-rambu yang harus diperhatikan, diantaranya adalah penyesuaian materi dengan usia anak. Selain hal tersebut, yang harus diperhatikan adalah sbb:
1. Tanamkan rasa percaya pada anak kita
Apa yang anda pikirkan jika ada seorang anak sekolah dasar kedapatan menyimpan beberapa komik dan VCD porno? Pernahkah terpikirkan oleh anda mengapa hal tersebut bisa terjadi? Ini terjadi kemungkinan karena anak tersebut tertutup serta tidak adanya kepercayaan terhadap orang tuanya. Mengapa demikian? Seringkali ketika anak menanyakan sesuatu tentang apa yang ia dengar dan ia lihat dari lingkungannya, dan kita anggap itu sebagai sesuatu yang tabu dan memalukan, dengan serta merta kita membentaknya, memarahinya, dan menyuruhnya untuk tidak menanyakan hal-hal seperti itu lagi. Hal ini membuat anak mencari-cari jawaban dari teman-temannya atau sumber-sumber yang tidak bertanggung jawab.
Dalam hal ini kepercayaan menjadi sesuatu yang sangat berarti dalam membangun ikatan yang harmonis antara orang tua dan anak. Kepercayaan akan membuat si anak mau jujur dan terbuka akan masalah-masalah yang dihadapinya. Namun, sebuah kepercayaan tidak akan muncul jika si anak tidak merasa nyaman ketika ia mencoba jujur dan terbuka dengan orang tuanya.
2. Tinggalkan saru dan tabu
Perasaan tabu, saru, malu, dan kaku biasanya timbul karena kita masih beranggapan bahwa masalah seksualitas (termasuk didalamnya seks) adalah jorok atau memalukan. Namun, kita harus menyadari bahwa seksualitas adalah bagian dari diri kita yang mesti dipahami oleh kita, juga anak kita. Sehingga kita dan anak kita tahu, mengerti, puas dengan peranannya, dan mampu menyikapinya dengan wajar dan benar.
Sebaiknya, diskusikan masalah ini pada anak dengan tenang. Gunakanlah saat-saat santai, sehingga anak juga tidak merasa malu untuk membicarakannya dengan kita. Akhirnya, anak pun mampu merekam dengan baik hal-hal yang sebenarnya patut untuk mereka ketahui.
3. Bersikap wajarlah, gunakan bahasa yang mudah mereka mengerti
Seringkali sikap malu dan tabu berefek negatif pada hubungan keseharian orang tua dengan anak, hal ini menyebabkan kebanyakan dari orang tua tidak menggunakan bahasa yang sesungguhnya. Pergunakan bahasa yang benar, sopan dan anak mengerti. Seperti misalnya, jika kita ingin menjelaskan alat kelamin, kita bisa mempergunakan istilah “kemaluan”. Kita pun bisa menjelaskan istilah kemaluan pada anak sebagai “suatu bagian tubuh yang membuat kita malu kalau kelihatan oleh orang lain…”. Jangan sesekali mempergunakan istilah atau sebutan “singkong”, “burung”, ataupun lainnya untuk menjelaskan alat kelamin pada anak. Anak akan bersikap wajar jika kita menyampaikannya dengan benar. Sebaliknya, istilah yang tidak-tidak akan menimbulkan kesan lain yang cenderung negatif, jorok, dan sebagainya.
4. Jawablah secukupnya, sesuai dengan apa yang diharapkan anak
Sebelum memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh anak kita, sebaiknya cari tahu lebih dulu maksud dan kejelasan dari pertanyaan tersebut pada anak. Sehingga kita tahu benar, jawaban apa yang diinginkan anak. Tidak berlebihan, dapat dimengerti, dan sesuai dengan apa yang diharapkan anak. Jangan pernah melebih-lebihkan jawaban yang tidak diharapkan anak. Hal ini akan memberi kesan bahwa kita sedang menceramahinya.
5. Jawablah ketika anak bertanya
Ada kalanya kita tidak mesti menunggu sampai anak kita bertanya pada kita untuk menjelaskan apa yang sudah seharusnya mereka ketahui. Tetapi, saat anak bertanya merupakan kesempatan emas bagi para orang tua untuk menjawabnya. Karena saat anak bertanya adalah saat dimana anak sangat membutuhkan informasi tersebut. Anak akan merasa senang apabila hal yang ingin diketahuinya terjawab.
6. Perhatikanlah untuk usia berapa pendidikan seksualitas diberikan
Banyak hal yang harus diketahui anak tentang seksualitasnya, dan diperlukan waktu yang bertahap sesuai dengan tingkatan usianya agar mereka paham tentang makna seksualitas seutuhnya. Ada kalanya anak terus menerus mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada kita orang tua, yang sepertinya merasa tidak puas dengan satu atau dua kali jawaban singkat dan sederhana dari kita. Jika ini terjadi, yakinkanlah pada anak bahwa apa yang ia tanyakan belum saatnya untuk dijawab. Anak akan mendapat jawabannya pada saatnya nanti. Ini dilakukan untuk mencegahnya dari rasa bingung, karena banyaknya informasi yang ia dapat dan belum pas dengan usia dan juga daya pikirnya.
7. Sisipkan norma agama
Menyisipkan norma agama adalah jalan teraman dalam memberikan pendidikan seksualitas pada anak dan sebagai upaya mendekatkan anak pada sang pencipta. Karena agama merupakan jalan hidup bagi setiap manusia agar tidak berlaku semaunya yang nantinya akan membahayakan diri sendiri.
8. Bersikaplah konsisten dan jadilah model yang baik
Sebagai orang tua perlu kita sadari bahwa anak akan lebih mempercayai apa yang ia lihat dibandingkan apa yang ia dengar. Terlebih jika anak melihat ketidaksesuaian antara perkataan dengan perilaku orang tuanya. Jadi jangan pernah menyalahkan anak jika anak tidak lagi mempercayai kita. Maka mulailah bersikap konsisten terhadap perkataan dengan perilaku sehingga kita bisa menjadi model yang baik bagi anak kita.
9. Gunakan lingkungan sebagai contoh
Banyak kejadian di lingkungan sekitar kita yang sebenarnya bisa kita manfaatkan dengan baik untuk menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan seks dan seksualitas. Tapi, seringkali kita tidak sadar, panik, risih, dan menganggapnya sebagai suatu hal yang bisa merusak mental anak kita. Selama kita mampu bersikap wajar, maka anak akan menangkapnya sebagai hal yang wajar.
10. Saat Orang Tua Tak Mampu Memberikan Pendidikan Seksualitas Pada Anak
Semua bentuk pendidikan pada dasarnya adalah tanggung jawab utama orang tua sebagai kepala keluarga, termasuk pendidikan tentang seksualitas. Keluarga sebagai faktor utama pembentukan kepribadian seorang anak agar menjadi sosok yang diharapkan. Karena dari lingkungan keluarga anak mulai belajar mengenal dirinya, membentuk dirinya menjadi seseorang yang memiliki pandangan diri yang baik atau buruk (konsep diri). Tetapi, masih banyak orang tua yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pendidikan tersebut (termasuk pendidikan seksualitas) bagi anak-anaknya. Banyak orang tua yang masih enggan untuk memberikan informasi tentang seksualitas pada anak-anaknya. Selain merasa risih dan tabu, mereka juga merasa tidak mempunyai cukup pengetahuan tentang hal tersebut.
Permasalahan diatas bisa disiasati dengan menjalin kerjasama antara orang tua dengan berbagai pihak yang dapat dipercaya, antara lain pihak guru sebagai Pembina bagi anak saat di sekolah, lingkungan sekitar tempat tinggal sebagai komunitas kontrol, maupun orang-orang profesional di bidangnya seperti konselor, psikolog, dan pendidik seksualitas untuk membantu kita memenuhi hak anak agar menjadi manusia seutuhnya. Meskipun ada banyak pihak yang telah membantu mensiasati masalah ini, orang tua tidak bisa langsung lepas tangan begitu saja. Lagi-lagi orang tua diharapkan mampu menjadi sosok pendukung, penyaring, dan penguat terhadap apa yang telah anak pelajari dari pihak-pihak yang telah membantu. Untuk itulah, diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua dengan berbagai elemen pendukung, agar tercipta tumbuh kembang anak yang utuh dan optimal.
B. Mengenal Empati Sejak Dinis
Dunia yang semakin global dan ekonomi pasar yang penuh dengan persaingan ketat membuat tenggang rasa dan empati sosial masyarakat semakin rendah. Itu kenapa seringkali terjadi konflik sosial di masyarakat. Salah satu upaya yang dapat mencegah meluasnya dan meminimalkan dampak negatif dari globalisasi adalah mensosialisasikan rasa empati sejak dini. Keluarga adalah struktur sosial terkecil yang mampu membentengi patologi sosial yang terus menggejala khususnya masyarakat Indonesia.
Secara naluriah anak sudah mengembangkan empati sejak bayi. Awalnya empati yang dimiliki sangat sederhana, yakni empati emosi. Misalnya pada usia 0-1 tahun, bayi bisa menangis hanya karena mendengar bayi lain menangis, barulah di usia 1-2 tahun, anak menyadari kalau kesusahan temannya bukanlah kesusahan yang mesti ditanggung sendiri. Walaupun demikian, rasa empati pada anak harus diasah. Bila dibiarkan rasa empati tersebut sedikit demi sedikit akan terkikis walau tidak sepenuhnya hilang, tergantung dari lingkungan yang membentuknya.
Banyak segi positif bila kita mengajarkan anak berempati. Mereka tidak akan agresif dan senang membantu orang lain. Selain itu empati berhubungan dengan kepedulian terhadap orang lain, tak heran kalau empati selalu berkonotasi sosial seperti menyumbang, memberikan sesuatu pada orang yang kurang mampu. Empati berarti menempatkan diri seolah-olah menjadi seperti orang lain. Mempunyai rasa empati adalah keharusan seorang manusia, karena di sanalah terletak nilai kemanusiaan seseorang. Oleh karena itu, setiap orang tua wajib menduplikasikan rasa empati kepada anak-anaknya. Menurut Ubaydillah (2005) empati adalah kemampuan kita dalam menyelami perasaan orang lain tanpa harus tenggelam di dalamnya. Empati adalah kemampuan kita dalam mendengarkan perasaan orang lain tanpa harus larut.
Empati adalah kemampuan kita dalam meresponi keinginan orang lain yang tak terucap. Kemampuan ini dipandang sebagai kunci menaikkan intensitas dan kedalaman hubungan kita dengan orang lain (connecting with). Selain itu Empati merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam melakukan hubungan antar pribadi dengan coba memahami suatu permasalahan dari sudut pandang atau perasaan lawan bicara. Melalui empati, individu akan mampu mengembangkan pemahaman yang mendalam mengenai suatu permasalahan. Memahami orang lain akan mendorong antar individu saling berbagi. Empati merupakan kunci pengembangan leadership dalam diri individu.
BAB III
PENUTUP
A. Kritik Dan Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca kususnya bagi diri saya pribadi saya merasa didalam makalah ini masih terdaat kekurangan baik dalam segi bahasa dan yang lainnya karea baru pembelajaran. Dari itu saya sangat mengharapkan kritkan demi kemajuan penulisan ini. Terima kasih.
Billahi taufik wal hidayah…………………
EmoticonEmoticon