Rabu, 07 Mei 2014

ANGGARAN DAN PROGRAM KEMISKINAN YANG TIDAK EFEKTIF DAN TIDAK EFISIEN Oleh Awalil Rizki

Kanda Awalil Rizki
Anggaran Kemiskinan dalam APBNP 2013 menurut publikasi resmi dari pemerintah semdiri adalah sebesar Rp 136,5 trilyun. Bagaimana pengaruhnya terhadap angka kemiskinan?

Meski belum ada Laporan realisasi, pelaksanaan tahun anggaran tersebut sudah terlewati, diasumsikan 100%. Sedangkan publikasi angka kemiskinan yang tersedia adalah tiap 6 bulan, publikasi Juli untuk kondisi Maret dan publikasi januari untuk kondisi September. Sebagai penyederhanaan kita memakai data kondisi September. Pada September 2013, jumlah orang miskin adalah sebanyak 28,55 juta orang atau 11,47 % dari total penduduk. Pada September 2012, jumlah orang miskin sebanyak 28,59 juta orang atau 11,66% dari total penduduk. Angka kemiskinan memang tampak turun dari 11,66% menjadi 11,47%. Tetapi jumlah penduduk miskin hanya berkurang sekitar 40 ribu orang. Prosentasenya tampak membaik karena adanya pertumbuhan jumlah penduduk total.


Dengan sedikit penyederhanaan, kita bisa mengatakan bahwa anggaran sekitar Rp 136,5 trilyun hanya berhasil menurunkan angka kemiskinan 0,19% atau mengurangi jumlah penduduk miskin sebanyak 40.000 jiwa. Sungguh biaya yang amat mahal sekali. Secara hipotetis kita bisa membagi Rp 136,5 T dengan 40.000 jiwa, yang masing-masing akan menjadi jutawan.

Atau perandaian yang lebih adil, pembaginya adalah seluruh jumlah orang miskin yang awal, yakni 28,59 juta orang. Programnya hanya berupa bantuan tunai langsung. Maka tiap orang akan memperoleh Rp. 4,77 juta pada tahun itu. Adapun batas garis kemiskinan adalah Rp 292.951 per kapita per bulan, atau sekitar Rp 3,51 juta setahun. Secara hipotetis, andai seluruh anggaran dibagikan langsung, maka seluruhnya menjadi tidak miskin pada akhir tahun 2013.

Jawaban dari Pemerintah dan ahli ekonomi pendukungnya barangkali terkait soal “ikan dan pancing” atau argumen agar penduduk miskin menjadi berdaya dan menjadi sejahtera di tahun-tahun mendatang. Jadi tak mengapa dalam jangka pendek terkesan “mahal”.  

Mari kita lihat, pada mulanya Pemerintahan SBY - Boediono mentargetkan tingkat kemiskinan mencapai 8-10 persen pada akhir tahun 2014. Dikatakan bahwa dalam mencapai target tersebut, Pemerintah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan yang dikelompokkan dalam 3 klaster. Klaster pertama adalah program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga, seperti bantuan kesehatan, pendidikan dan juga program keluarga harapan (PKH); Klaster kedua adalah program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat seperti PNPM Mandiri; dan Klaster ketiga adalah program penanggulangan kemiskinan berbasis usaha mikro dan kecil.

Dalam NK dan APBN 2014, target diubah sedikit menjadi 9 – 10,5% pada akhir tahun 2014. Menurut perhitunganku, jika perekonomian berjalan normal saja alias tak ada goncangan ekonomi, kemungkinan  angka kemiskinan adalah 10,5 – 11%. Jika ada goncangan cukup besar, yaa malah naik atau hanya bertahan di kisaran 11,5%.

Anggaran kemiskinan yang sudah dikucurkan (realisasi) dan yang masih berjalan adalah Rp 81,5 T (2010), Rp 96,1 T (2011), Rp 109,2 T (2012), Rp 136,5 T (2013), Rp 134,5 T (2014). Total lima tahun era SBY-Boediono adalah sekitar Rp 557,8 trilyun. Angka kemiskinan memang berhasil diturunkan dari 14,41% (2009) menjadi kemungkinan sekitar 10,75% (2014). Jumlah orang miskin berkurang sekitar 5 juta orang, dari 32,5 juta menjadi 27,5 juta.
Masih dengan logika yang sama, Rp 557,8 trilyun hanya mengentaskan kemiskinan sebanyak 5 juta orang. Logika ikan dan pancing atau penalaran pemberdayaan jangka menengah dan panjang juga langsung terpatahkan. Anggaran kemiskinan memang begitu dengan program yang serupa dari tahun ke tahun, selama era pemerintahan SBY-Boediono. MAHAl, TIDAK EFISIEN DAN TIDAK EFEKTIF.

Dibutuhkan paradigma baru dalam menangani masalah kemiskinan ini. Salah satunya bisa diumpakan bukan soal memberi ikan, menyediakan pancing, melainkan soal kolam atau perairannya bisa diamankan atau tidak? Masih ada ikan tidak? Apakah orang miskin yang “memancing” tidak digusur oleh mereka yang nyetrum kolam atau teknis rakus lainnya


Tulisan Ini diambil dari: https://www.facebook.com/notes/awalil-rizky/anggaran-dan-program-kemiskinan-yang-tidak-efektif-dan-tidak-efisien/10201955790962694


EmoticonEmoticon