JAKARTA - Tokoh agama dari Nahdatul Ulama (NU) KH Hasyim Muzadi mengaku tak kaget dengan hasil keputusan Paripurna DPR RI soal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Keputusan tersebut bisa ditebak dengan mudah sejak dari awal, karena partai koalisi pendukung SBY tak mungkin mau kehilangan jatah menteri.
"Lagi-lagi rakyat dibodohi oleh partai dan pemimpinnya. 1 April BBM memang tidak naik, tapi dalam waktu dekat bisa naik. Kalau pro rakyat, mestinya keputusan yang diambil adalah menolak kenaikan BBM, bukan mendukung kenaikan meskipun bersyarat," ujar Kiai Hasyim dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (31/3/2012).
Menurutnya, partai anggota koalisi telah bermain dua kaki. Di satu sisi mereka mendukung sikap pemerintah menaikkan harga BBM, tapi seolah-olah pro rakyat.
Dikatakannya, partai yang tak punya menteri di kabinet, seperti PDIP, Gerindra dan Hanura lebih bisa dipercaya oleh rakyat karena tak terikat "kontrak" koalisi pendukung SBY. "Begitu pula dengan partai non perlemen seperti PKNU dan PBB yang bisa ikut turun ke jalan bersama rakyat menolak harga BBM naik," katanya.
Ia menilai, keputusan paripurna DPR yang menyerahkan keputusan kenaikan harga BBM kepada pemerintah dengan syarat, sebagai akal-akalan partai di DPR.
Dalam situasi seperti ini, kata Hasyim, sasaran kemarahan rakyat selanjutnya hanya fokus kepada presiden SBY. "Ketika pemerintah nanti mengumumkan harga BBM akan naik, maka rakyat akan kembali turun ke jalan. Sedangkan DPR bisa lepas tangan atas keputusan yang diambil pemerintah," tegasnya.
Rakyat, lanjut Hasyim, kini sudah semakin cerdas menyikapi keputusan yang diambil pemerintah dan DPR. Rakyat banyak belajar dari kasus-kasus terdahulu, seperti bank Century yang sekarang hilang dari perbincangan DPR dan penegak hukum.
"Mereka tahu sedang dibodohi wakil rakyat. Dulu kasus Century dibuka seterang-terangnya, kini telah ditutup segelap-gelapnya. Ini semua membuat rakyat semakin cerdas. Makanya jalan salahkan rakyat, jika mereka nanti jalan sendiri dan tak mau lagi menunggu sikap DPR," jelasnya.
Lebih kanjut, Hasyim menegaskan, menaikkan harga BBM sebenarnya bukan satu-satunya opsi yang bisa diambil pemerintah, jika alasannya untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Andai minyak mentah Indonesia diolah sendiri , kita tidak akan terombang ambing oleh kenaikan harga minyak bahkan kita akan mendapatkan keuntungan setiap kali ada kenaikan harga minyak dunia. Sekarang ini kita sama dengan membeli minyak jadi dari hasil minyak mentah sendiri," tuturnya.
Namun, untuk melakukan kebijakan tersebut memerlukan langkah berani dan strategis, tidak teknis kasuistis. "Ini sulit karena "keberanian" bukan kebiasaan pemerintah sekarang. Disamping itu Indonesia tentu sudah terikat kontrak jual beli yang didekte asing," katanya.
Ke depan, kata Hasyim, pro kontra masalah kenaikan BBM akan terus menguras energi bangsa. "Bahkan terpaksa menghadapkan lagi TNI/Polri dengan rakyat, padahal dapur TNI/Polri juga dibahayakan kenaikan harga BBM. Kesimpulannya masalah BBM adalah masalah sistem, aturan, leadership negara, dan frustasi rakyat terhadap kepemimpinan SBY dan korupsi," tandasnya.
EmoticonEmoticon