Rabu, 18 Januari 2012

Menejemen berbasis masyrakat

BAB I
PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
Konsep melibatkan masyarakat dalam wadah POMG dan atau BP3 ini dilihat dari tanggung jawab pendidikan sesungguhnya sangat bagus. Hanya dalam kenyataannya, tidak semua organisasi tersebut berjalan dengan baik. Lagi pula, peran organisasi yang melibatkan orang tua siswa ini pada umumnya hanya sebatas pengumpulan dana yang dipelukan oleh masing-masing sekolah, terutama yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan sarana fisik dan hal lain di seputar itu yang diperlukan oleh sekolah. Sekolah-sekolah yang memiliki BP3 dan orang-orangnya cukup paham terhadap misi dan visi pendidikan, ternyata memang dapat mengalami kemajuan. Akan tetapi sayang tidak sedikit POMG dan atau BP3 yang keberadaannya sekedar untuk memenuhi kebutuhan formal, sehingga adanya sama dengan tidak adanya.
Munculnya konsep tentang Manajemen Berbasis Masyarakat dan Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah, selanjutnya diikuti konsep baru yang disebut dengan Komite Sekolah/ Madrasah. Konsep ini sesungguhnya merupakan upaya peningkatan ruang lingkup peran POMG dan atau BP3 sebagaimana disebutkan di muka, dalam upaya peningkatan mutu sekolah/madrasah. Jika POMG dan atau BP3 dalam peran riilnya sebatas mencari tambahan pendanaan yang diperlukan oleh lembaga pendidikan, maka Komite Sekolah/Madrasah yang lahir atas dasar Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 diharapkan memiliki peran yang lebih luas, yaitu tidak saja sebatas instrumen sekolah/madrasah dalam pengumpulan dana dari wali murid, melainkan terlibat dalam pemberian pertimbangan, pendukung, pengontrol, sebagai mediator dan peran-peran strategis lainnya dalam pengembangan sekolah/madrasah. Melalui konsep ini akan dilahirkan sebuah keadaan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab semua, dikelola secara terbuka dan demokratis.
2.      Rumusan Masalah

A.      Menejemen Berbasis  Masyarakat

3.      Tujuan Masalah

Ingin Mengetahui Menejamen Berbasis Masyarakat


BAB II
PEMBAHASAN
Menejemen berbasis masyrakat

Sudah sejak lama di lingkungan lembaga pendidikan terdapat apa yang disebut dengan POMG dan BP3 di masing-masing sekolah/madrasah. POMG dan atau BP3 ini keanggotaannya terdiri atas para wali murid yang memiliki peran membantu sekolah/madrasah di dalam meningkatkan kualitasnya, terutama yang terkait dengan pengumpulan pendanaan yang diperlukan oleh masing-masing lembaga pendidikan. Pendanaan yang dimaksudkan itu sesungguhnya dalam prakteknya dikumpulkan sebatas dari para wali murid. Mengapa menggunakan POMG dan atau BP3, dan bukankah kepala sekolah/madrasah yang bersangkutan mampu melakukan peran itu ? Jawabnya adalah, agar kepala sekolah tidak terlibat hal-hal yang menyangkut keuangan, ia agar lebih konsentrasi untuk menangani peningkatan kualitas pendidikan. Selain itu, strategi ini dipilih agar ada keterlibatan langsung pihak wali murid melalui organisasi itu dalam penyelenggaraan pendidikan.
Konsep melibatkan masyarakat dalam wadah POMG dan atau BP3 ini dilihat dari tanggung jawab pendidikan sesungguhnya sangat bagus. Hanya dalam kenyataannya, tidak semua organisasi tersebut berjalan dengan baik. Lagi pula, peran organisasi yang melibatkan orang tua siswa ini pada umumnya hanya sebatas pengumpulan dana yang dipelukan oleh masing-masing sekolah, terutama yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan sarana fisik dan hal lain di seputar itu yang diperlukan oleh sekolah. Sekolah-sekolah yang memiliki BP3 dan orang-orangnya cukup paham terhadap misi dan visi pendidikan, ternyata memang dapat mengalami kemajuan. Akan tetapi sayang tidak sedikit POMG dan atau BP3 yang keberadaannya sekedar untuk memenuhi kebutuhan formal, sehingga adanya sama dengan tidak adanya.
Munculnya konsep tentang Manajemen Berbasis Masyarakat dan Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah, selanjutnya diikuti konsep baru yang disebut dengan Komite Sekolah/ Madrasah. Konsep ini sesungguhnya merupakan upaya peningkatan ruang lingkup peran POMG dan atau BP3 sebagaimana disebutkan di muka, dalam upaya peningkatan mutu sekolah/madrasah. Jika POMG dan atau BP3 dalam peran riilnya sebatas mencari tambahan pendanaan yang diperlukan oleh lembaga pendidikan, maka Komite Sekolah/Madrasah yang lahir atas dasar Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 diharapkan memiliki peran yang lebih luas, yaitu tidak saja sebatas instrumen sekolah/madrasah dalam pengumpulan dana dari wali murid, melainkan terlibat dalam pemberian pertimbangan, pendukung, pengontrol, sebagai mediator dan peran-peran strategis lainnya dalam pengembangan sekolah/madrasah. Melalui konsep ini akan dilahirkan sebuah keadaan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab semua, dikelola secara terbuka dan demokratis.
Belajar dari berbagai pengalaman dan juga kenyataan-kenyataan di lapangan, ternyata mengiimplementasikan konsep komite madrasah tidak mudah. Kesulitannya bukan bersumber pada tataran konsep yang kurang jelas, melainkan lebih-lebih oleh karena budaya berorganisasi di kalangan masyarakat belum berkembang, apalagi organisasi untuk mengurus lembaga pendidikan yang bersifat non profit ini. Sebagai tindak lanjut Surat Keputusan Mendiknas tentang Komite Sekolah itu telah dilakukn kegiatan sosialisasi maupun penyusunan berbagai pedoman operasional pelaksanaannya. Akan tetapi pada kenyataannya, organisasi semacam itu, yang benar-benar berhasil mampu melakukan peran dan fungsinya secara baik, jumlahnya amat kecil. Sudah menjadi sesuatu yang lazim, bahwa lembaga atau badan yang dibentuk oleh atau atas anjuran pemerintah pada kenyataannya hanya berjalan sebatas tataran formal belaka. Hal itu tidak saja terlihat pada organisasi yang terkait dengan pendidikan, seperti komite sekolah/ madrasah, tetapi juga pada badan-badan lain pada umumnya. Selama ini yang menjadi persoalan adalah bagaimana organisasi semacam Komite Sekolah/Madrasah itu dapat berhasil melakukan fungsi dan peran sebagaimana yang diharapkan. Sehingga Komite Sekolah/Madrasah keberadaannya bukan sebatas sebagai pemenuhan syarat dan rukun sebuah lembaga pendidikan, melainkan ia benar-benar mampu memberi manfaat bagi pengembangan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Organisasi dengan berbagai struktur kelengkapannya, menurut pandangan saya, jika diumpamakan sebagai makhluk hidup, tidak lebih berupa jasad atau raga. Raga atau jasad itu agar bisa hidup, mampu bergerak, berkembang dan menjadi besar serta mampu melakukan fungsi dan perannya memerlukan nyawa atau ruh. Aspek terakhir ini, ternyata tidak mudah ditumbuh-dikembangkan. Akibatnya, badan atau organisasi pendidikan dimaksud keberadaannya bagaikan jasad minus nyawa. Pada tataran adminis trasi kelengkapan organisasi berupa komite sekolah atau madrasah itu sudah terbentuk, tetapi sekali lagi, kebanyakan baru sebatas pemenuhan administrasi belaka. Orang-orang yang duduk pada organisasi seperti itu biasanya tidak bisa mencurahkan pikiran dan tenaganya secara penuh. Pada umumnya yang terjadi di lapangan, mereka hanya berperan secara musiman tatkala ada problem yang harus diselesaikan bersama. Kehidupan organisasi seperti itu menjadikan mereka (para anggota organisasi itu) hanya memberikan perhatian terhadap tugas yang dibebankan kepada mereka kurang sepenuh hati atau setengah-setengah. Bermula dari sikap seperti ini menjadikan organisasi tidak berjalan dengan baik, dan bahkan oleh karena informasi terkait dengan lembaga pendidikan tidak dapat dibagi secara merata, sebagai akibatnya rentan lahir konflik yang kontra produktif.






Sumber asli tulisan: http://komite-minskh.blogspot.com/2009/07/peran-komite-madrasah.html



EmoticonEmoticon